LAKON
BILA MALAM BERTAMBAH MALAM
KARYA PUTU WIJAYA
BABAK I
MALAM DI TEMPAT
KEDIAMAN GUSTI BIANG. SEBUAH BALE YANG DISEMPURNAKAN UNTUK TEMPAT TINGGAL.
GUSTI BIANG MEMANGGIL-MANGGIL WAYAN.
Adegan I
KELIHATAN NYOMAN SEDANG
MENYIAPKAN MAKAN MALAM
UNTUK GUSTI BIANG. SEMENTARA WAYAN MENGAMPELAS PATUNG.
ORIGINAL SOUNTRACK: WAYAN ..
Wayaaaaaan ....
NYOMAN MEMBERI ISYARAT KEPADA WAYAN.
NYOMAN
Benar Ida akan pulang hari ini?
WAYAN
Ya ....
Adegan II
DI RUANG DEPAN ADA KURSI GOYANG DAN KURSI TAMU. GUSTI
BIANG NGOMEL TERUS.
GUSTI BIANG
Si tua itu tak pernah kelihatan kalau sedang
dibutuhkan. Pasti ia sudah
berbaring di kandangnya
menembang seperti orang kasmaran
pura-pura tidak mendengar, padahal aku
sudah berteriak, sampai
leherku patah. Wayaaaaan .....
Wayaaaaan tuaaaa.....
WAYAN
Nuna sugere GUSTI
BIANG, kedengarannya seperti ada yang berteriak ................
GUSTI BIANG
Leherku sampai putus memanggilmu, telingamu masih kamu pakai tidak?
WAYAN
Tentu
saja Gusti Biang,
itu sebabnya tiyang
datang .........
GUSTI BIANG
Jangan berbantah denganku. Kau sudah
tua dan rabun, lubang telingamu
sudah ditempati kutu
busuk. Kau sudah tuli, malas dan suka berbantah, cuma
bisa bergaul dengan si belang. Kau dengar itu kuping tuli?
WAYAN
Betul Gusti Biang.
WAYAN MENINGGALKAN
RUANGAN DAN GUSTI
BIANG TETAP DUDUK
DAN MENGAMBIL JARUM.
BERULANG-ULANG MENGGOSOK MATA SAMBIL MENGGERUTU.
Adegan III
GUSTI BIANG
Lubangnya
terlalu kecil. Benangnya
terlalu besar, sekarang ini
serba terlampau. Terlampau
tua, terlampau gila, terlampau
kasar, terlampau begini, terlampau begitu.
Sejak kemarin aku
tidak berhasil memasukkan benang
ini. Sekarang mataku berkunang-kunang. Oh,
barangkali toko itu
sudah menipu lagi. Atau aku terbalik memegang ujungnya? Wayaaaaan ...
NYOMAN (Muncul Dengan Baki Di Tangannya Dan Lampu
Teplok)
Bagaimana Gusti Biang? Sudah sehat rasanya.
GUSTI BIANG
TIDAK MENGHIRAUKAN DAN TETAP MEMASUKKAN BENANG KE JARUMNYA
NYOMAN
Gusti
Biang, ini air
daun belimbing, bubur
ayam yang sengaja tiyang
buatkan untuk Gusti.
(Melihat
Kesulitan Gusti Biang)
Mari tiyang tolong.
GUSTI BIANG
Waaayaaaaan ...
(Kaget Karena
Sentuhan)
Ulaaaaar......
NYOMAN
Ya ya kenapa Gusti terkejut ini kan Nyoman ....
GUSTI BIANG
Kau? Kau
TERBATUK
NYOMAN
Nah, itu sebabnya
kalau belum santap
malam. Apalagi sejak beberapa
hari ini Gusti
sudah tidak mau minum jamu lagi,
minum sekarang ya?
GUSTI BIANG
Kau .. kau setan, kukira ular belang jatuh dari
pohon, bikin sakit jantungku kumat lagi.
NYOMAN
GUSTI BIANG
takut sekali dengan ular, kenapa?
GUSTI BIANG
Binatang itu menggigit dan menjijikkan.
NYOMAN
Tapi
tidak semua ular
berbahaya.
(Tersenyum)
Tiyang juga takut pada ular.
GUSTI BIANG
Aku tak perduli. Apa tugasmu di sini?
NYOMAN
Sekarang sudah saatnya Gusti Biang minum obat.
GUSTI BIANG
Hari ini aku tak mau minum obat.
NYOMAN
Oh ya, baik
tiyang tolong dulu
Gusti memasukkan benang ke
jarumnya.
GUSTI BIANG
Juga tidak. Kau tidak diperlukan di sini
NYOMAN (Memungut jarum di
lantai)
Coba
dari tadi memanggil tiyang,
tidak jadi kusut
begini. Gusti Biang terlalu
sayang pada Bape Wayan. Lihat gampang bukan?
GUSTI BIANG
Kau jangan
menyindir aku, tentu saja semuanya bisa
begitu. Aku juga
bisa mengerjakannya, tapi lobangnya yang terlampau sempit.
NYOMAN
Terlampau
sempit? Piih, semua
jarum dibuat kecil Gusti,
makin halus makin
mahal harganya
TERSENYUM
GUSTI BIANG
Siapa bilang? Itu tak ada lobangnya sama sekali,
toko itu menjual kawat utuh kepadaku. Setan alas.
NYOMAN
Tak percaya? Coba sekali lagi.
GUSTI BIANG
Jangan berlagak di sini
(Mengacungkan tongkat).
Ini bukan arje roras! Aku sudah bosan dibohongi
dengan sulapan palsumu. Kau pikir
aku tak bisa menguasai jarum kecil
itu, piih, lakiku
sendiri tak pernah menghina aku demikian ...
NYOMAN
Ambilah
Gusti Biang. Gusti
boleh menyulam sekarang
(Melihat lampu).
Tapi di sini
terlalu gelap
(Membesarkan).
Nah,
sekarang sudah cukup
terang. Ambil Gusti.
GUSTI BIANG
Tidak! Kau
mulai menyulap aku lagi,
aku tak sudi menyentuh barang sihirmu. Suasana kotor
sekarang.
NYOMAN
Kalau begitu, tiyang ikatkan saja ujung benang ini
ke kainnya, nanti Gusti Biang meneruskannya saja.
GUSTI BIANG
Pergi! Pergi! Nanti kupanggilkan Wayan supaya kau
diusir ....
(NYOMAN
TIDAK PERDULI, MENERUSKAN SULAMAN SAMBIL BERNYANYI KECIL)
GUSTI BIANG
Dewa
Ratu .. Kau
telah merusak sarung
bantal anakku .... Waayaaannn..
Waayaaaaaan ....Dimana pula setan
itu, Wayaaaan ....
NYOMAN
Sayang sekali Gusti Biang tidak menyuruh Tiyang yang
mengerjakannya. Mestinya, ditengahnya bisa disulam dengan warna biru muda. Lalu
dengan menulis rapih “Selamat malam kasih, selamat malam pujaan, selamat malam
manis, good night my darling”.
GUSTI BIANG
Setan!
Setan! Kau tak
boleh berbuat sewenang-wenang di
rumah ini. Berlagak mengatur
orang
lain yang masih waras. Apa good,
good apa? Good bye! Menyebut
kekasih, manis, kau pikir
apa anakku. Wayan akan
menguncimu di dalam
gudang tiga hari tiga malam, dan kau akan meraung seperti si belang.
NYOMAN
Aduh
cantiknya Gusti Biang.
Seperti seekor burung merak.
Seperti lima belas
tahun yang lalu
ketika tiyang masih kecil
dan sering duduk
di pangkuan Gusti. Masih ingatkah
Gusti?
GUSTI BIANG
Tak
kubiarkan lagi kau
bermain di pangkuanku, berak, ngompol. Memang aku ini
pelayanmu?
NYOMAN
Gusti
Biang memang orang
yang paling baik
dan berbudi tinggi. Tidak seperti
orang-orang lain, Gusti. Gusti telah menyekolahkan tiyang
sampai kelas dua SMP,
dan Gusti sudah banyak mengeluarkan biaya. Coba tengok bayangan Gusti di muka
cermin, seperti
tiga puluh tahun saja .. Mau minum obatnya sekarang
Gusti?
GUSTI BIANG
Tidak!
NYOMAN
Tiyang
cicipi ya? Cobalah
Gusti Biang ...
mmm segar.
GUSTI BIANG
Sepatahpun aku tak ingin bicara lagi denganmu.
NYOMAN
GUSTI BIANG,
pil ini musti ditelan satu persatu. Pakai pisang ambon
atau pisang susu, atau
air. Pilih mana yang Gusti suka.
Tidak pahit rasanya
Gusti. Dan dalam
tempo seperempat jam,
Gusti akan merasa segar.
Sesudah itu minum
puyer ini, untuk menghilangkan pusing-pusing Gusti.
GUSTI BIANG
Tidak!
NYOMAN
Obat-obat
ini dikirimkan dokter
Gusti. Harus dihabiskan.
GUSTI BIANG
Tidak, tidak. Aku
tahu semuanya itu.
Kalau aku menelan semua
obat-obatmu itu, aku
akan tertidur seumur hidupku, dan
tidak akan bangun-bangun lagi, lalu good
bye. Lalu kau akan menggelapkan beras ke warung
cina. Kau selamanya
iri hati dan
ingin membencanaiku ... Kalau
sampai aku mati
karena racunmu, Wayan akan menyeretmu ke pengadilan.
NYOMAN
Dan yang terakhir
baru menggosok punggung
dan seluruh anggota badan
Gusti yang terbuka
dengan minyak kayu putih.
GUSTI BIANG
Tidak, tidak. Tidak
akan kubiarkan tubuhku ditelanjangi dan
disentuh orang-orang yang
kurang ajar. Aku bukan ibumu, aku bukan nenekmu.
NYOMAN
Nah
sekarang kita mulai
dengan tablet-tablet ini Gusti. Menurut resep boleh ditelan atau
dihancurkan, mana yang Gusti pilih. Kita mulai dengan pil merah ini Gusti.
GUSTI BIANG
Dewa Ratu ....
NYOMAN
Sebaiknya ditelan saja Gusti, itu yang paling aman
....
GUSTI BIANG
Aku tak
mau dibujuk, mana si Wayan
kambing tua itu. Setan
ini benar-benar mau
meracuniku, Waaayaaaan ..
NYOMAN
Ayo cepat Gusti. Tidak akan merasa pahit dan sakit.
GUSTI BIANG
Wayan tolong Wayan.
NYOMAN
Letakkan
saja di atas
pisang di ujung
lidah. Lantas pejamkan mata.
Lihat, dan secepat
kilat akan meluncur Gusti.
GUSTI BIANG
Ah ... racunlah
dirimu sendiri, gosok
punggungmu sendiri. Buat apa
kau meributkan benar
penyakit orang lain. Itu tugas dokter di rumah sakit, dan bukan tugas
penyeorangan seperti engkau .... Kalau memang aku sakit,
aku akan berbaring
di kamarku, dan memanggil Wayan supaya memijat keningku.
Tidak ada yang salah
kalau lelaki itu
di sini. Wayaaaan
..Wayaaaan, lehermu akan diputar nanti.
NYOMAN
Kenapa
Gusti Biang jadi
seperti ini, Gusti mengecewakan tiyang.
GUSTI BIANG
Sakit
gede, seumur hidupmu.
Kalau akhirnya aku mati
karena racunmu, awas-awaslah,
rohku akan membalas dendam. Aku
akan diam di batang-batang pisang
dan di batu-batu
besar, dan akan mengganggumu sampai
mati. Tiap malam,
bila malam bertambah malam.
Setan, pergi kau,
pergi. Sebelum kulempar dengan tongkat ini, pergi!
NYOMAN
Baiklah
Gusti. Baiklah Gusti,
tak apalah. Tapi tentunya
Gusti lebih senang
kalau puyer ini
yang diminum lebih dahulu,
baru kemudian menyusul pil-pil yang
lain, atau Gusti
ingin bersantap malam dulu.
Percayalah Gusti, tidak akan terjadi apa-apa.
GUSTI BIANG
Wayaaaaaan ... Wayaaaaa. Tolong Wayaaaaaan ...
NYOMAN
Lihat Gusti. Gusti sudah merusak badan Gusti sendiri
dengan berteriak-teriak.
GUSTI BIANG
Pergi kau leak. Pergi pergi ...pergi ...
NYOMAN
Gusti telah
menyakiti tiyang lagi.
Saya akan pergi. Saya akan pergi sekarang juga.
GUSTI BIANG
Ya,
pergi kau sekarang
juga. Bedebah. Leak. Pil-pil tiap hari dicekoki pil.
NYOMAN
Waktu putra Gusti pergi lima tahun lalu. Ide
berpesan pada tiyang. Jaga
baik-baik ibuku NYOMAN,
peliharalah kesehatannya, jangan
biarkan beliau menderita. Sekarang
Gusti Biang dinyatakan
sakit. Gusti harus berobat.
GUSTI BIANG
Diam! Diam!
NYOMAN
Baiklah kalau begitu
(Hendak pergi)
Gusti tidak
usah berobat. Ya, apa
peduli tiyang, segera
Gusti akan terkapar lesuh.
Malam akan bertambah
malam jua
SAMPAI DI PINTU IA BERBALIK DAN MENDEKATI MEJA
GUSTI BIANG
Apa perdulimu?
NYOMAN
Tapi semua itu akan segera hilang ...Kalau Gusti mau
meneguk air daun
belimbing ini. Jamu
ini diramu berdasarkan petunjuk
dukun kesayangan Gusti Biang. Tiyang
sudah mencampurnya dengan
akar-akaran yang harum dan akan menguatkan badan. Pasti Gusti Biang
tidak akan batuk lagi. Gusti Minumlah .....
GUSTI BIANG
Kau
memang setan licik!
(Berteriak hendak memukul. Nyoman menarik dari belakang)
Lepaskan! Lepaskan leak! Wayan, Wayaaaan
NYOMAN
BERHASIL MENDUDUKKAN GUSTI BIANG DI
KURSI TAPI GUSTI BIANG MEMUKUL
BERTUBI-TUBI DAN NYOMAN BERLARI KE
SUDUT RUANG
NYOMAN
Cukup! Cukup! (Berlari
mengelilingi meja)
GUSTI BIANG (Terus memukuli Nyoman dan Nyoman merebut
tongkat)
Wayan tolong Wayaaaan ...
NYOMAN
Tak
tiyang sangka Gusti
sudah seberat ini!
Tak tiyang sangka. Tiyang
akan pergi ke
desa, tak mau meladeni Gusti
lagi!
GUSTI BIANG
Pergi leak! Aku sama sekali tidak menyesal!
NYOMAN (Berlari keluar)
Tiyang tidak akan kembali lagi!
GUSTI BIANG
Pergi sekarang juga! Wayaaan Wayan tua ...
(Duduk)
Ratu
Singgih, moga-moga tulahlah
perempuan itu, Wayaaan ..........
Adegan IV
WAYAN MASUK
WAYAN
Kalau tak salah seperti ada yang berteriak ...
GUSTI BIANG
Tua bangka, ke mana saja kau tadi, kenapa baru
datang?
WAYAN
Tiyang ketiduran di gudang.
GUSTI BIANG
Kejar setan itu, putar lehernya! .. Kejar dia
goblok!
WAYAN
Mana ada setan sore-sore begini Gusti?
GUSTI BIANG
Kejar perempuan setan itu.
WAYAN
Perempuan, perempuan yang mana Gusti?
GUSTI BIANG
Begundal itu! Masukkan dia ke gudang!
WAYAN
Maksud Gusti, Nyoman?
GUSTI BIANG
Usir dia dari rumah ini!
WAYAN Tetapi ... tetapi ...
GUSTI BIANG
Tua
bangka, pukul dia
sampai mati, putar lehernya. Diam saja seperti kambing!
WAYAN (Tertawa)
Gusti, Gusti, tidak ada kambing di sini!
GUSTI BIANG
Kau juga tidak waras!
WAYAN
Tetapi, memukul? Memutar leher?
GUSTI BIANG
Penakut!
WAYAN
Tidak,
titiyang tidak takut
sama leak atau memedi, tetapi memutar
leher Nyoman, piih,
lebih baik memutar leher
tiyang sendiri. Perawan
yang begitu cantik, baik, mahal.
GUSTI BIANG
Dia mau meracunku.
WAYAN
Meracun?
Masak, ada yang berniat meracun Gusti.
GUSTI BIANG
Kau tukang ngotot.
WAYAN
Jangan gampang marah Gusti, itu cuma angan-angan.
Sabarlah. Kalau usia
sudah lanjut, tambahan
lagi penyakitan, tak baik marah-marah malam begini!
GUSTI BIANG
Bedebah! Anjing ompong! Setelah mengusir dia aku
akan mengutuk kau, biar
,mati kelaparan di
pinggir kali.
WAYAN
Baik,
kutuklah tioyang. Usir
sekarang, tapi jangan menyuruh menyakiti orang dalam usia lanjut. Orang sedang bertapa
dan bertobat disuruh
mukul orang. Kalau ular
belang atau ular
hijau, cacing tanah
atau ulat bulu, Wayan
akan bunuh untuk
keselamatan Gusti seperti tiga
bulan lalu. Gusti duduk di sini dan
titiyang di sana
di bawah pohon
sawo. Tiba-tiba Gusti Biang berteriak
“ULAR”. Sekejab mata ular itu telah menjadi delapan potong, ya tidak?
GUSTI BIANG
Ular ...?
WAYAN
Jangan takut.
Ular kelihatannya saja
berbahaya, tapi sebenarnya binatang
yang paling pemalu
dan lucu. Titiyang sendiri sering
menyimpan ular sawah dalam saku untuk dibelai pada waktu senggang, ...Oh mana ya? Ular sawah
tak mengandung bisa, Gusti jangan takut ...
(Merogoh
kantongnya)
Ah, ini dia.
GUSTI BIANG
Ulaaaarrrrr.
GUSTI BIANG
LARI, WAYAN MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA
MENDENGAR JANDA BANGSAWAN ITU
MEMAKI-MAKI. MALAM BERTAMBAH LARUT
BABAK II
HALAMAN RUMAH MALAM. WAYAN SEDANG MENGENANG
MASA-MASA MUDANYA.
Adegan I
WAYAN
MENEMBANG PELAN-PELAN. TIBA-TIBA
MELIHAT SOSOK TUBUH,
LALU MENGHAMPIRI.
WAYAN
Mau ke mana Nyoman?
NYOMAN
Pulang ke desa.
WAYAN
Malam-malam begini?
NYOMAN
Apa salahnya?
WAYAN
Kau akan kemalaman di jalan.
NYOMAN
Aku tidak takut.
WAYAN
Banyak orang jahat sekarang.
NYOMAN
Biar saja, daripada saya sakit tinggal di sini.
WAYAN
Besok sajalah pagi-pagi, bape akan mengantarmu
dengan
bus. Oh ya, kau belum dapat ijinkan?
NYOMAN
Biar.
WAYAN
Kapan kau akan balik? Kenapa tergesa-gesa? Bape tidak marah
Nyoman. Bape bersumpah
lebih baik mati dimakan
leak daripada memukul
engkau. Kenapa tiba-tiba saja
pulang?
NYOMAN
Saya dipukul,
saya diusir, buat apa tinggal di
sini kalau tidak disukai.
WAYAN
Nyoman.
Nyoman sudah biasa
tinggal di sini,
kau tak akan betah
tinggal di sana.
Nanti kamu akan
rusak di sana.
NYOMAN
Tapi di sana
orangnya baik-baik. Saya
tidak pernah dipukul, saya
lebih senang tinggal
di situ, biar
cuma makan batu.
WAYAN
Daripada makan
batu lebih baik
tinggal di sini, makan minum cukup, ada radio, bisa
nonton film India.
NYOMAN
Tapi
kalau tertekan seperti
binatang? Dimarahi, dihina, dipukul seperti anak kecil!
WAYAN
Tapi NYOMAN harus mengerti, kita
berhutang budi pada Gusti Biang.
NYOMAN (Pelan-pelan)
Memang,
saya banyak berhutang
budi, dikasih makan, disekolahkan, dibelikan baju, dimasukkan kursus
modes, tapi kalau
tiap hari dijadikan
bal-balan, disalah-salahkan
terus? Sungguh mati
kalau tidak dikuat-kuatkan, kalau
tidak ingat pesan tu Ngurah, sudah dari dulu-dulu sebetulnya.
WAYAN
Aduh,
apa nanti yang
mesti bape katakan
kalau dia menanyakan ....
”Di mana Nyoman
Bape?” Nah, apa yang akan Bape jawab?
NYOMAN
Ide
sudah lupa sama
icang Bape, di
sana banyak bintang-bintang pilem,
pasti dia sudah
lupa. Nulis surat aja tidak.
WAYAN
Tidak, dia tidak begitu?
NYOMAN
Siapa bilang begitu?
WAYAN
Aku tidak
bilang. Ha .. ha .. pasti dia
tidak akan begitu. Kalau
sampai begitu, aku
yang tanggung jawab. Makanya jangan pulang, sini
barangnya..
NYOMAN
Akan saya tunggu di desa saja.
WAYAN
Sudahlah, dia cuma orang tua bangka. Umurnya hampir tujuh puluh
tahun. Kenapa Nyoman
pusing benar kepadanya?
Adegan II
SUARA
GUSTI BIANG MENCARI
NYOMAN, GUSTI BIANG
MUNCUL DAN NYOMAN MENGHAMPIRI WAYAN.
NYOMAN
Saya
pergi Bape, tidak
bisa tahan lagi,
saya sudah bosan.
GUSTI BIANG
Jangan biarkan dia membawa bungkusan itu! Tahan dia Wayan.
WAYAN
Tentu Gusti Biang.
NYOMAN
Baik, titiyang akan pergi.
GUSTI BIANG
Suruh dia pergi goblok, jangan biarkan dia mencuri bungkusan itu. Itu
bukan kepunyaannya.
WAYAN
Tapi itu pakaiannya sendiri Gusti.
GUSTI BIANG
Dulu
ketika kubawa kemari,
dia cuma pakai
kain rombeng. Ambil segera Wayan! Sakit gede.
NYOMAN
Baik, ambil saja Bape Wayan.
GUSTI BIANG
Nanti dulu.
NYOMAN
Apa lagi yang Gusti kehendaki?
GUSTI BIANG
Wayan!
WAYAN
Ya, ada apa Gusti?
GUSTI BIANG
Simpan
bugkusan itu, jangan
goblok kamu, lalu ambil buku besar, catatan keluar masuk,
dari dalam lemari, ini kuncinya. Cepat!
WAYAN
Ah,
catatan keluar masuk? Baru
sekali ini titiyang mendengarnya .....
GUSTI BIANG
Ambil cepat goblok.
WAYAN
Tapi buku besar yang mana Gusti?
GUSTI BIANG
Tolol
kamu ini! Buku
besar di dalam
lemari yang berwarna hijau.
WAYAN
Oh. Gusti
Biang Ayo cepat!
Adegan III
WAYAN MASUK
MEMBAWA BUNGKUSAN. GUSTI
BIANG BERTOLAK PINGGANG,
NYOMAN MEMPERHATIKAN DENGAN SANGAT BENCI.
GUSTI BIANG
Perempuan
tak tahu balas
budi. Tidak tahu berterima kasih,
dikasih makan tiap
hari malah durhaka. Disekolahkan
malah jadi lawan.
Maling, ular, mau meracun.
NYOMAN
Katakan sepuas-puasnya Gusti Biang.
GUSTI BIANG
Aku mau diracunnya,
terlalu. Akan kuadukan
kau kepada polisi. Gila!
NYOMAN
Gusti sendiri yang menyiksa tiyang.
GUSTI BIANG
Dasar
penjilat! Kuberhentikan kau
sekolah karena kau main
mata dengan guru
dan tukang kebun sekolah itu.
NYOMAN
Bohong! Itu hasutan anak Gusti Biang sendiri.
GUSTI BIANG
Benar!
NYOMAN
Bohong!
GUSTI BIANG
Benar, kau
memang liar, genit,
dan licik serta
apa saja yang jelek-jelek.
NYOMAN
Baik, baik, tapi kau juga genit.
GUSTI BIANG
Apa katamu?
NYOMAN
Kau juga genit, kau ...
GUSTI BIANG
Apa katamu leak? Wayan akan memutar lehermu!
NYOMAN
Wayan akan memutar lehermu!
GUSTI BIANG
Dia akan menguncimu dalam gudang!
NYOMAN
Dia akan menguncimu dalam gudang!
GUSTI BIANG
Setan! Akan kucarikan kau polisi!
NYOMAN
Polisi itu akan membawakan Gusti ular belang.
GUSTI BIANG
Diam! Diam!
(Nyoman hendak
pergi meninggalkan gusti
biang, tapi gusti
biang Mencegahnya)
Jangan pergi! Jangan duduk! Jangan bergerak!
NYOMAN (Berhenti
lalu mendekat dan memandang Gusti Biang dengan marah)
Gusti Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu
tiyang menghormati Gusti karena usia Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa
yang Gusti katakan, apa yang Gusti perintahkan meskipun tiyang sering tidak setuju. Tetapi
Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah terus-menerus,
Gusti anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah. Semutpun kalau diinjak
menggigit, apalagi manusia, Gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi tauladan
tapi seperti ...
GUSTI BIANG
Seperti apa?
NYOMAN
Orang
kebanyakan saja mempunyai
kasih sayang dan menghargai
orang lain. Tapi
Gusti, di mana letak
keagungan Gusti? Cobalah
Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang, Gusti akan
ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan
tapi kelakuan dan kepandaianlah
yang menentukan. Sekarang
tidak hanya bangsawan, semua
orang berhak dihormati
kalau baik. Begitu mestinya.
GUSTI BIANG
Begitu mestinya. Bohong! Bohong tolol!
NYOMAN
Memang
tiyang tolol. Buat
apa mengatakan ini semua. Gusti sudah terlalu
lanjut, akan terlalu sakit untuk
mengubah kebiasaan Gusti. Tapi seandainya mencoba, mencoba
saja, saya akan
mau di sini mengabdi untuk selamanya.
GUSTI BIANG (Meludah)
Ha.. ha ..
kau tidak perlu pidato omong kosong, kau
perempuan sudra. Kau akan kena tulah
karena berani menentangku, hei cepat Wayan! Adegan II
SUARA
GUSTI BIANG MENCARI
NYOMAN, GUSTI BIANG
MUNCUL DAN NYOMAN MENGHAMPIRI WAYAN.
NYOMAN
Saya
pergi Bape, tidak
bisa tahan lagi,
saya sudah bosan.
GUSTI BIANG
Jangan biarkan dia membawa bungkusan itu! Tahan dia Wayan.
WAYAN
Tentu Gusti Biang.
NYOMAN
Baik, titiyang akan pergi.
GUSTI BIANG
Suruh dia pergi goblok, jangan biarkan dia mencuri bungkusan itu. Itu
bukan kepunyaannya.
WAYAN
Tapi itu pakaiannya sendiri Gusti.
GUSTI BIANG
Dulu
ketika kubawa kemari,
dia cuma pakai
kain rombeng. Ambil segera Wayan! Sakit gede.
NYOMAN
Baik, ambil saja Bape Wayan.
GUSTI BIANG
Nanti dulu.
NYOMAN
Apa lagi yang Gusti kehendaki?
GUSTI BIANG
Wayan!
WAYAN
Ya, ada apa Gusti?
GUSTI BIANG
Simpan
bugkusan itu, jangan
goblok kamu, lalu ambil buku besar, catatan keluar masuk,
dari dalam lemari, ini kuncinya. Cepat!
WAYAN
Ah,
catatan keluar masuk? Baru
sekali ini titiyang mendengarnya .....
GUSTI BIANG
Ambil cepat goblok.
WAYAN
Tapi buku besar yang mana Gusti?
GUSTI BIANG
Tolol
kamu ini! Buku
besar di dalam
lemari yang berwarna hijau.
WAYAN
Oh. Gusti
Biang Ayo cepat!
Adegan III
WAYAN MASUK
MEMBAWA BUNGKUSAN. GUSTI
BIANG BERTOLAK PINGGANG,
NYOMAN MEMPERHATIKAN DENGAN SANGAT BENCI.
GUSTI BIANG
Perempuan
tak tahu balas
budi. Tidak tahu berterima kasih,
dikasih makan tiap
hari malah durhaka. Disekolahkan
malah jadi lawan.
Maling, ular, mau meracun.
NYOMAN
Katakan sepuas-puasnya Gusti Biang.
GUSTI BIANG
Aku mau diracunnya,
terlalu. Akan kuadukan
kau kepada polisi. Gila!
NYOMAN
Gusti sendiri yang menyiksa tiyang.
GUSTI BIANG
Dasar
penjilat! Kuberhentikan kau
sekolah karena kau main
mata dengan guru
dan tukang kebun sekolah itu.
NYOMAN
Bohong! Itu hasutan anak Gusti Biang sendiri.
GUSTI BIANG
Benar!
NYOMAN
Bohong!
GUSTI BIANG
Benar, kau
memang liar, genit,
dan licik serta
apa saja yang jelek-jelek.
NYOMAN
Baik, baik, tapi kau juga genit.
GUSTI BIANG
Apa katamu?
NYOMAN
Kau juga genit, kau ...
GUSTI BIANG
Apa katamu leak? Wayan akan memutar lehermu!
NYOMAN
Wayan akan memutar lehermu!
GUSTI BIANG
Dia akan menguncimu dalam gudang!
NYOMAN
Dia akan menguncimu dalam gudang!
GUSTI BIANG
Setan! Akan kucarikan kau polisi!
NYOMAN
Polisi itu akan membawakan Gusti ular belang.
GUSTI BIANG
Diam! Diam!
(Nyoman hendak
pergi meninggalkan gusti
biang, tapi gusti
biang Mencegahnya)
Jangan pergi! Jangan duduk! Jangan bergerak!
NYOMAN (Berhenti
lalu mendekat dan memandang Gusti Biang dengan marah)
Gusti Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu
tiyang menghormati Gusti karena usia Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa
yang Gusti katakan, apa yang Gusti perintahkan meskipun tiyang sering tidak setuju. Tetapi
Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah terus-menerus,
Gusti anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah. Semutpun kalau diinjak
menggigit, apalagi manusia, Gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi tauladan
tapi seperti ...
GUSTI BIANG
Seperti apa?
NYOMAN
Orang
kebanyakan saja mempunyai
kasih sayang dan menghargai
orang lain. Tapi
Gusti, di mana letak
keagungan Gusti? Cobalah
Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang, Gusti akan
ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan
tapi kelakuan dan kepandaianlah
yang menentukan. Sekarang
tidak hanya bangsawan, semua
orang berhak dihormati
kalau baik. Begitu mestinya.
GUSTI BIANG
Begitu mestinya. Bohong! Bohong tolol!
NYOMAN
Memang
tiyang tolol. Buat
apa mengatakan ini semua. Gusti sudah terlalu
lanjut, akan terlalu sakit untuk
mengubah kebiasaan Gusti. Tapi seandainya mencoba, mencoba
saja, saya akan
mau di sini mengabdi untuk selamanya.
GUSTI BIANG (Meludah)
Ha.. ha ..
kau tidak perlu pidato omong kosong, kau
perempuan sudra. Kau akan kena tulah
karena berani menentangku, hei cepat Wayan!
Adegan IV
WAYAN MUNCUL DENGAN BUKU DITANGANNYA
GUSTI BIANG
Nah,
sekarang sebelum kau
pergi, kau harus melunasi hutangmu dulu.
NYOMAN
Hutang apa? Nyoman tidak pernah meminjam uang.
GUSTI BIANG
Buka
bagian yang bertuliskan
tinta merah, Wayan, cepat Wayan!
WAYAN (Tampak
bingung membalik-balik buku)
Nanti dulu, piih. Nah ini dia.
GUSTI BIANG
Baca perlahan dengan jelas. Baca kataku!
WAYAN (Masih bingung,
mendekatkan lampu)
Piih, mata
tiyang kurang terang,
sebentar, piih kenapa
belum terang juga, kabur Gusti.
WAYAN
Gusti lupa, Wayan tak pernah belajar membaca.
GUSTI BIANG
Setan bawa kemari buku itu!
(gusti biang
mengambil buku itu
dan memberi isyarat
kepada wayan agar mengambil kaca
mata dan lampu
teplok. wayan segera
melakukannya dan mengangkat lampu
teplok tinggi-tinggi)
Nah, di sini
dicatat semua perongkosan
yang kau habiskan selama
kau dipelihara di
sini. Nyoman Niti, asal
dari desa Maliling,
umur lebih kurang delapan belas
tahun. Kulit kuning
dan rambut panjang. Badan biasa,
lebih tinggi sedikit dari Gusti Biang.
Mulai dari tahun
lima puluh empat,
lima pasang baju, sebuah boneka, sebuah bola bekel, satu biji kelerang,
satu tusuk konde, dan ...
WAYAN (Memotong)
Benar, piih, semua Gusti catat.
NYOMAN
Gusti Biang ....
GUSTI BIANG
Tahun
lima puluh lima,
sekarang! Dua baju
rok, batu tulis, kebaya,
pinsil, satu batang
jarum, sepasang teklek, tikar
dan seekor anak
kucing belang.
WAYAN
Ah, benar Gusti
Biang, titiyang masih ingat
sekali ketika pertama kali Nyoman mengenakan
kain kebaya. Piih, semuanya itu sudah lewat.
GUSTI BIANG
Selama
dua tahun ini
sudah berjumlah dua
juta rupiah ... kemudian
sekarang tahun lima
puluh enam! Tidak ada,
sebab aku lupa
mencatatnya. Tahun lima puluh tujuh, aku juga lupa mencatatnya. Tetapi
di sini yang kuingat, ia memecahkan
sebuah cangkir dan kaca mataku. Lalu
tahun lima puluh delapan! Sepasang
sandal, sekotak bedak,
kaca jendela dipecahkannya, dua
buah gelas tiba-tiba menghilang, sekilo daging dimakan
si belang karena
lupa
mengunci dapur. Tiga
buah sisir, tiga
butir kelapa hilang. Seekor
ayamku yang paling
baik disembelihnya, sepuluh anak
ayam tiba-tiba mati, yang
bulu putih, hitam,
coklat, kuning, dan berumbun. Lalu ...
WAYAN
Tapi
semua itu tak
bisa dipertanggungjawabkan kepada Nyoman,
Gusti, itu adalah
kesalahan induknya yang tidak berhati-hati menjaga anaknya. Bukan kesalahan Nyoman.
GUSTI BIANG
Diam! Diam kataku! Ini adalah urusanku, nanti
kau akan
mendapat bagianmu sendiri.
Nah, ongkos hidupmu hampir
delapan belas tahun
di sini, benar-benar sudah
kelewat batas. Coba lihat di sini, tahun
enam puluh misalnya
.. memecahkan kaca jendela,
korupsi sabun, menghanguskan
nasi, korupsi uang belanja
dapur dan pekerjaan
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Beberapa
kali aku memanggil mantri
untuk mengobatinya,
membeli obat waktu ia sakit. Banyak, banyak sekali,
itu belum ditambah
yang lain-lain yang
aku lupa catat. Belum lagi
ditambah bunganya ...
WAYAN
Piih, ini perhitungan gila!
GUSTI BIANG (Berkata sungguh-sungguh)
Semua
telah aku catat bersama tanggal dan hari kejadiannya.
Sekarang kau boleh pergi.
Kapan-kapan aku dan Wayan akan datang ke tempatmu dengan seorang polisi
dan juru
sita sebab kau pasti tidak bisa membayar. Kau cuma
punya gubuk yang
buruk di desa
dan tak pernah makan nasi. Rentenya sepuluh persen sebulan.
Nah, bawa buku ini lagi
ke dalam Wayan.
Simpan baik-baik untuk dipergunakan
kelak. Lalu usir dia! Apa yang kau tunggu lagi? Ambil buku
ini, dan usir dia!
WAYAN
TAK MENERIMA, IA
MENDEKAT KE MEJA
DAN MELETAKKAN LAMPU
TEPLOK KEMUDIAN BERJONGKOK
WAYAN
Titiyang
tak kuasa. Badan
titiyang lemas. Gusti telah, mencatat hutang-hutang titiyang pula. Berapa semuanya Gusti?
GUSTI BIANG
Sudah tak terhitung lagi, hampir dua puluh juta!
WAYAN
Piih, titiyang punya nyawapun tak ada harganya dua
puluh juta, Gusti,
titiyang benar-benar ingin menangis sekarang.
GUSTI BIANG
Usir dia
sekarang juga, jangan ngarje
roras di sini.
(Melihat Wayan
masih jongkok)
Apa?
Baik aku sendiri yang mengusirnya
kalau kau tak mau.
NYOMAN
Tidak usah disuruh Gusti, tiyang memang mau pergi
sekarang. Tetapi sebelum
titiyang pergi, tiyang hitung berapa hutang Gusti kepada
tiyang.
GUSTI BIANG
Oh, aku tak
pernah pinjam uang
sepanjang hidupku..
NYOMAN
Lebih dari sepuluh tahun tiyang menghamba di sini.
Bekerja keras dengan
tidak menerima gaji.
Kalau tidak ada Bape Wayan sudah lama tiyang pergi dari sini. Selama
ini tiyang telah membiarkan diri diinjak-injak, disakiti,
dijadikan bulan-bulanan
seperti keranjang sampah.
Tidak perlu rentenya, pokoknya saja. Hutang Gusti Biang kepada tiyang, sepuluh juta
kali sepuluh tahun.
Belum lagi sakit hati
tiyang karena fitnahan
dan hinaan Gusti. Pokoknya melebih
harta benda yang
masih Gusti miliki sekarang.
Tapi ambillah semua
itu sebagai tanda bakti tiyang
yang terakhir.
GUSTI BIANG
Pergiiii! Pergiiii!
NYOMAN MENGHAPUS
AIRMATA DAN BERLARI
KE LUAR PINTU!
JANDA BANGSAWAN ITU MENGAWASINYA DENGAN MENGANGKAT LAMPU
TEPLOK
Adegan V
WAYAN YANG DUDUK MEMBELAKANGI GUSTI BIANG TIDAK TAHU
KALAU NYOMAN TELAH PERGI
WAYAN (Bergumam)
Satu
milyar kali sepuluh
tahun? Aneh-aneh saja pembukuan jaman sekarang!
GUSTI BIANG (Mendekati
Wayan)
Jangan cerewet Wayan. Awasi dia supaya jangan
kembali kemari, kau dengar?
WAYAN
Sabar Gusti,
kenapa Gusti gelap mata?
Gusti telah menghantam semua
orang dengan hutang.
Satu milyar dan ..
(Menoleh ke
belakang dan heran)
Piih, di mana Nyoman, Gusti?
GUSTI BIANG
Dia sudah
pergi, buta. Dia tidak akan mengganggu
kita lagi ....
WAYAN
Maksud
Gusti, dia sudah
pergi dan titiyang
tidak melihatnya?
GUSTI BIANG
Ya, kita sudah terlepas dari bahaya ....
WAYAN
Terlepas? Justru bahaya itu sekaranglah baru mulai Gusti.
GUSTI BIANG (Tertawa geli)
Tenang Wayan. Jangan
pikirkan yang dua puluh juta itu, aku cuma pura-pura.
WAYAN (Beringas)
Titiyang
tidak memikirkan titiyang punya diri, titiyang memikirkan
putra Gusti Biang.
GUSTI BIANG
Bagus Wayan. Ah, mana kaca mata itu. Segera kita akan baca berita yang
dikirimnya.
WAYAN
Dia akan mengumpat
titiyang dan akan mengalungkan ular karena
keteledoran titiyang. Ke
mana
tadi perginya Gusti?
Titiyang akan mengejarnya.
GUSTI BIANG
Apa maksudmu Wayan?
WAYAN
Buta! Tuli! Pikun! Piih! Dunia! Dunia ...
GUSTI BIANG (Panik)
Katakan,
kenapa dia Wayan? Ya
katakan, katakan apa maksudmu.
WAYAN (Menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan kesal)
Nyoman niti, gusti biang.
GUSTI BIANG
Ya, Nyoman begundal itu, kenapa dia?
WAYAN
Gusti, Nyoman adalah
tunangan Ngurah, calon menantu
Gusti Biang sendiri,
berani sumpah, Nyoman adalah
tunangan Ngurah. Ratu
Ngurah sendiri yang mengatakannya. “Aku akan mengawini Nyoman Bape”
katanya. “Biar hanya
orang desa, pendidikannya rendah
tapi hatinya baik,
daripada ...” biar dimakan leak. Demi apa saja!
GUSTI BIANG
Tidak,
semua itu hasutan.
Anakku tidak akan kuperkenankan kawin
dengan bekas pelayannya. Dan, kami
keturunan ksatria kenceng.
Keturunan raja-raja Bali yang tak
boleh dicemarkan oleh darah sudra.
WAYAN
Tapi kalau Ratu Ngurah menghendaki, bagaimana?
GUSTI BIANG
Bisa
saja dipelihara sebagai
selir. Suamiku dulu memelihara lima
belas orang selir.
Kalau tidak, jangan mendekati
anakku.
WAYAN
Tapi mereka saling mencintai!
GUSTI BIANG
Cinta?
Apa itu cinta,
itu hanya ada
dalam kidung-kidung Smarandanamu.
WAYAN
Kalau begitu alamat akan perang.
GUSTI BIANG
Perang, apa maksudmu? Perang sudah selesai, tidak
ada perang lagi!
WAYAN
Wayan tidak mau kehilangan tongkat dua kali.
GUSTI BIANG
Ngurah tidak
akan sudi menjamah perempuan dekil itu.
WAYAN
Ratu Ngurah benar-benar mencintai Nyoman, Gusti
Biang.
GUSTI BIANG
Bohong!
WAYAN
Baik, bacalah surat itu kalau tidak percaya!
GUSTI BIANG
Surat? Ini surat Ngurah, aku terima tadi.
WAYAN
Sudah lima hari yang lalu!
GUSTI BIANG
Tapi! Kau keterlaluan!
WAYAN
Coba baca!
(GUSTI BIANG MEMBACA
DEKAT LAMPU TEPLOK
DAN WAYAN MENDENGARKAN DENGAN
TENANG)
GUSTI BIANG
Swatiastu, ibunda tercinta .... Kalau aku bilang
tadi, kamu bilang sudah
lima hari, apa
saja yang aku katakan kamu lawan! Dewa Ratu, dengarlah Wayan.
Betapa pinternya ia
menghormati
(Membaca lagi)
dengan
singkat ananda kabarkan
bahwa ananda segera pulang.
Ananda telah merencanakan
berunding
dengan ibu. Sudah
masanya sekarang ananda menjelaskan.
Meskipun ananda belum menyelesaikan pelajaran,
bahkan mungkin ananda akan
berhenti sekolah saja,
sebab tak ada
lagi gunanya. Ananda hendak
menjelaskan kepada ibu bahwa
ananda tidak bisa
lagi berpisah lebih
lama. Rahasia ini ananda
simpan sejak lama. Supaya
ibu tidak kaget nanti, akan
saya terangkan bahwa ananda
bermaksud, ananda bermaksud
... ananda
bermaksud
MENGULANG SAMBIL MENDEKATKAN LAMPU TEPLOK
WAYAN
Bermaksud apa?
GUSTI BIANG
Bermaksud, bermaksud ...
WAYAN
Ya bermaksud apa? Baca terusnya Gusti Biang.
GUSTI BIANG (Tiba-tiba surat
itu jatuh dari
pegangannya)
Jadi, dia benar-benar mau kawin dengan perempuan
itu?
WAYAN
Ya!
GUSTI BIANG
Tidak!
Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras, Ngurah harus
kawin dengan orang
patut-patut. Sudah
kujodohkan sejak kecil
dia dengan Sagung Rai. Sudah kurundingkan pula dengan
keluarganya di sana, kapan
hari baik untuk
mengawinkannya. Dia tidak boleh mendurhakai orang
tua seperti itu. Apapun
yang terjadi dia
harus terus menghargai
martabat
yang diturunkan oleh
leluhur-leluhur di puri ini.
Tidak sembarang orang
dapat dilahirkan sebagai
bangsawan. Kita harus benar-benar menjaga martabat ini.
Oh, aku akan malu
sekali, kalau dia mengotori
nama baikku. Lebih
baik aku mati menggantung diri
daripada menahan malu
seperti ini. Apa nanti
kata Sagung Rai?
Apa nanti kata keluarganya kepadaku?
Tidak, tidak!
(Wanita Itu Menjerit
Dan Mendekati Wayan
Dengan Beringas)
Kau, kau biang
keladi semua ini.
Kau yang menghasut
supaya mereka bertunangan.
Kau sakit gede!
WAYAN
Tidak, titiyang tidak ikut campur Gusti Biang.
GUSTI BIANG
Ya,
kaulah hantu yang
memburu hidupku. Aku masih
ingat kejadian jaman dulu. Waktu
aku masih muda dan kau memburuku
dengan mata buayamu itu, kau memang
licik! Dasar manusia sudra! Kau
menghasut anakku supaya
kawin dengan Nyoman karena kau sendiri gagal!
WAYAN
Siapa bilang tiyang gagal!
GUSTI BIANG
Suamiku yang telah menggagalkan kau.
WAYAN
Suami GUSTI
BIANG seorang pembohong!
GUSTI BIANG
Bedebah!
Berani kau menghina
pahlawan di puri
ini?
WAYAN (Tertawa pehit.
Wajahnya menjadi keras)
Pahlawan?
Pahlawan apa? Siapa
yang mengatakan dia pahlawan?
GUSTI BIANG
Semua
mengatakan dia pahlawan!
Dia telah berjuang untuk
kemerdekaan dan mati
ditembak Nica!
WAYAN
Itu
bohong! Orang-orang seperti
dia yang menggabungkan
diri dalam pasukan
Gajah Merah memang pantas disebut
pahlawan, Pahlawan penjajah! Orang-orang
seperti dia telah
menikam perjuangan dari belakang.
GUSTI BIANG
Pergi!
Pergi bangsat! Angkat
barang-barangmu. Tinggalkan rumah suamiku
ini. Aku tak
sudi memandang mukamu!
MELEMPARI
WAJAH WAYAN DENGAN BOTOL
WAYAN
Baik aku akan pergi
sekarang. Aku akan menyusul Nyoman. Aku
juga bosan di
sini meladeni tingkah lakumu.
Tapi sebelum aku pergi akan aku jelaskan tentang pahlawan gadungan itu. Gusti
harus tahu ....
GUSTI BIANG (Memotong)
Tidak! Aku tidak mau mendengar. Kau telah
menghina suamiku. Ini
tidak bisa dimaafkan
lagi. Pergi! Pergi! Sebelum aku mengutukmu, pergi!
Rumah ini kepunyaanku,
tinggalkan gudangku itu, pergi bedebah!
WAYAN
Benar?
GUSTI BIANG
Pergi leak! Jangan kau menggangguku lagi. Pergi!
WAYAN
Baik, tiyang akan pergi Gusti Biang.
WAYAN MENINGGALKAN RUANGAN, GUSTI BIANG MELONTARKAN
KUTUKAN
GUSTI BIANG
Tinggalkan
gudang itu sekarang
juga. Enyah dari rumah
suamiku.
(Agak rendah,
jongkok)
dia sudah
menjadi setan, suamiku
dihinanya, anakku dihasutnya. Terkutuk, terkutuk
bedebah itu. Apa yang
harus aku katakan
kepada Sagung Rai
kalau Ngurah kawin dengan
perempuan sudra itu? Bedebah,
terkutuk! Dewa Ratu,
malangnya nasib orang tua
ini, semua mendustaiku,
semua orang menjadi binatang.
MEMANDANG
SEKELILING LALU DUDUK DI
KURSI. UNTUK BEBERAPA SAAT
IA TERTIDUR DI KURSI ITU
BABAK III
TEMPAT TIDUR GUSTI BIANG
Adegan I
GUSTI BIANG
tertidur ketika Ngurah masuk.
NGURAH
Ibu ...
GUSTI BIANG
Siapa?
NGURAH
Tiyang Ngurah, Tiyang datang Ibu ....
GUSTI BIANG
Ngurah?
NGURAH
Yah! Ngurah, bangun ibu.
GUSTI BIANG (Mengusap
matanya tak percaya
lalu terbelalak sambil tersenyum)
Ngurah
.. Ngurah, kenapa
kau baru pulang,
kau sudah lupa
pada ibumu. Kurang
ajar, aku
telah dihina, direndahkan, leak.
Kalau kau ada di
rumah, mereka tidak
akan berani. Semua orang
sudah pergi, tak ada yang
merawatku. Kamu jadi kurus hitam, seperti kuli.
NGURAH
Ya, saya bekerja di situ.
GUSTI BIANG
Bekerja? Katanya belajar kenapa bekerja?
NGURAH
Ya, bekerja sambil belajar.
GUSTI BIANG
Karena itu kamu gagal.
NGURAH
Ibu, banyak sekali yang saya pikirkan.
GUSTI BIANG
Tapi kau tak pernah memikirkan ibumu.
NGURAH
Justru karena tiyang memikirkan ibu jadi begini.
GUSTI BIANG
Kau memikirkan
ibumu kalau kau
perlu uang. Itu
barang-barangmu?
NGURAH
Ya.
GUSTI BIANG
Itu koper yang ibu belikan dulu?
NGURAH
Ya, betul ibu.
GUSTI BIANG
Koper itu bisa kau jaga, tapi tujuanmu ke sana
tidak. Mana barang-barangmu yang lain?
NGURAH
Masih ada di pondokan.
GUSTI BIANG
Mengapa
kau tinggalkan di
situ, apa kau
akan kembali ke situ?
NGURAH
Saya tidak tahu. Semua tergantung ...
GUSTI BIANG
Tergantung apa?
NGURAH
Entahlah, keadaan tentunya saja.
GUSTI BIANG
Ibu kira kau
sudah jadi orang,
ternyata? Mana cincinmu?
NGURAH
Cincin?
GUSTI BIANG
Waktu
berangkat dulu kau
ibu kasih tiga
buah cincin peninggalan ayahmu,
mana sekarang?
NGURAH
Masih ada....
GUSTI BIANG
Ada di tukang
gadai? Aku sudah
tahu kelakuan anak-anak yang
mengaku-ngaku sekolah tapi nyatanya
hanya nonton bioskop.
Aku sudah dapat firasat
buruk, kalau barang
peninggalan leluhurmu sudah kau perlakukan seperti itu.
Jangan-jangan kau akan ikut
merendahkan dan menghina
ibumu ini. Buat apa kau pergi jauh-jauh kalau untuk
bertambah
bodoh, untung kau
tidak membawa perempuan dari sana,
seperti Ngurah Purname di
puri Anom. Aku bisa mati berdiri.
Kalau cuma perawan,
perawan macam apapun
di sini ada,
tinggal pilih saja. Tapi tidak ada yang
lebih cantik, lebih halus, lebih
rajin dari Sagung Rai di seluruh puri-puri di Tabanan ini. Sekarang dia
sudah besar dan
cantik sekali. Besok kamu harus
ke sana membawa oleh-oleh.
NGURAH
Ibu, ibu bicara apa itu?
GUSTI BIANG
Kau
sudah besar dan
pantas kau memberikan aku cucu, sebelum
kelewatan. Hanya itu
yang aku tunggu sekarang.
NGURAH
Nanti saja kita bicarakan itu.
GUSTI BIANG
Tidak.
Sekarang! Apa oleh-olehmu
untuk Sagung Rai? Ha..ha
kamu juga tidak
membawa apa-apa buat ibu bukan?
NGURAH
Maaf ibu.
GUSTI BIANG
Tapi
kamu pasti tidak
lupa membelikan begundal itu klompen, baju brokkat, kaca
mata, de colognet, gincu, tas,
ha! Aku minta
balsem cap macan
saja tidak digubris. Perempuan kurang ajar!
NGURAH
Perempuan? Perempuan siapa ibu?
GUSTI BIANG
Putar-putar! Aku sudah menerima suratmu.
NGURAH
Ya, nanti saja kita bicarakan.
GUSTI BIANG
Kau sendiri yang menulis kan?
NGURAH
Ya.
GUSTI BIANG
Kau ingat apa yang kau tulis? Benar semua itu?
NGURAH
Ya, nanti, nanti kita bicarakan.
GUSTI BIANG
Nanti
atau sekarang sama
saja, benar Ngurah
kau yang menuliskan surat itu?
NGURAH
Sebentar ibu, tiyang akan jelaskan.
GUSTI BIANG
Ngurah kau anak durhaka!
NGURAH
Ibu, tenanglah ibu.
GUSTI BIANG
Tidak!
Kalau masih berniat
kawin dengan dia, jangan
coba-coba memasuki rumah
ini, dan kalau kawin
juga dengan dia,
jangan lagi menyebut
ibu kepadaku.
NGURAH
Tenang, mari kita bicarakan nanti baik-baik, tiyang sudah lelah. Semuanya nanti kita
bicarakan.
GUSTI BIANG
Ibu pun sangat
lelah. Tak ada
waktu lagi
berpanjang-panjang. Sebelum ini
berakar menjadi sakit
hati, kita harus
meyelesaikannya, sekarang juga
harus selesai!
NGURAH
Begitukah keputusan ibu?
GUSTI BIANG
Ya.
NGURAH
Tiyang ingin istirahat dulu.
GUSTI BIANG
Kau boleh berbuat sesukamu kalau semuanya sudah
beres. Ini adalah rumahku dan kau adalah ahli waris satu-satunya.
NGURAH
Baiklah,
kalau itu yang
ibu kehendaki.
HENDAK DUDUK
GUSTI BIANG
Kau tak perlu
duduk! Ibu sendiri
tak akan duduk sebelum
semuanya selesai dengan
baik. Kita akan selesaikan sekarang.
Jadi kau bermaksud
kawin dengan penjeroan itu?
NGURAH
Begini ibu ...
GUSTI BIANG
Jawab
saja dengan singkat.
Benar kau mau mengawininya?
Jawab Ngurah. Jawab!
NGURAH
Ya, titiyang akan mengawininya.
GUSTI BIANG
Ngurah! Kau sudah diguna-gunanya.
NGURAH
Kami saling mencintai ibu.
GUSTI BIANG
Cinta? Ibu
dan ayahmu kawin
tanpa cinta. Apa itu cinta? Yang ada
hanyalah kewajiban menghormati
leluhur yang telah menurunkanmu, menurunkan kita semua di
sini. Kau tak
boleh kawin dengan
dia, betapapun kau menghendakinya. Aku
telah menyediakan orang yang
patut untukmu. Jangan membuatku malu. Ibu telah menjodohkan
kau sejak kecil dengan Sagung Rai.
NGURAH
Sagung Rai? Tidak ibu.
GUSTI BIANG
Apa
kurangnya Sagung Rai,
dibanding dengan perempuan desa itu.
NGURAH
Tidak, tiyang tidak mau kawin dengan dia.
GUSTI BIANG
Kenapa
tidak? Ibu dan
keluarganya telah selesai merundingkan semua.
Dia sudah tamat
SMP. Kelakuannya halus dan rajin.
NGURAH
Ibu, soalnya bukan itu, ibu harus mengerti, sekarang
orang ingin memilih sendiri teman hidup.
GUSTI BIANG
Kalau
ingin kau pelihara
perempuan sudra itu karena
nafsumu, terserahlah. Boleh
kau pelihara sebagai selir.
Kau boleh berbuat
sesukamu, sebab aku telah memeliharanya sejak
kecil. Tetapi untuk mengawininya
dengan upacara itu tidak bisa.
NGURAH
Tidak?
GUSTI BIANG
Tidak! Aku menentangnya.
NGURAH
Kenapa tidak?
GUSTI BIANG
Dia
tidak pantas menjadi istrimu! Dia
tidak pantas menjadi menantuku!
NGURAH
Kenapa
tidak ibu? Kenapa? Siapa yang
menjadikan Sagung Rai
lebih pantas dari Nyoman
untuk menjadi istri?
Karena derajatnya? Tiyang
tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh tiyang dilahirkan di purian,
itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik
agar bisa jadi teladan orang, yang
lain omong kosong semua!
(Gusti Biang
Terbelalak Dan Mendekat)
Tiyang
sebenarnya pulang meminta restu
dari ibu. Tapi karena
ibu menolaknya karena
sola kasta, alasan yang
tidak sesuai lagi.
Tiyang akan menerima akibatnya
(Gusti Biang
Menangis, Ngurah Bergulat Dengan Batinnya)
Tiyang
akan kawin dengan Nyoman. Sekarang
ini soal kebangsawanan jangan
di besar-besarkan lagi. Ibu
harus menyesuaikan diri, kalau
tidak ibu akan ditertawakan
orang. Ibu ...
GUSTI BIANG
Tinggalkan aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki
perempuan itu! Kau bukan anakku lagi!
Leluhurmu akan mengutukmu,kau akan ketulahan.
NGURAH (Memegang kepala)
Ini
tidak bisa diselesaikan begini saja.
Panggillah Nyoman dan Bape Wayan,
kita bicarakan tenang-tenang.
GUSTI BIANG
Tidak!
Sudah kuusir leak-leak
itu! Aku sudah dihina, diinjak-injak!
NGURAH
Diusir? Nyoman, ibu usir?
KELUAR
GUSTI BIANG
Ya! Leak
itu tidak boleh masuk
rumahku ini. Setan tua itu juga!
Biar mati dua-duanya sekarang! Kalau kau
mau ikut pergi
terserah. Aku akan mempertahankan kehormatanku.
Kehormatan suamiku,
kehormatan Sagung Rai,
kehormatan leluhur-leluhur di
puri ini.
BABAK IV
DEPAN RUMAH MALAM
Adegan I
WAYAN MUNCUL MEMBAWA KOPOR SENG DAN SENJATA. LALU
MELIHAT KE DALAM RUMAH NGURAH MUNCUL DARI SAMPING WAYAN
WAYAN
Tu Ngurah ..
NGURAH
Bape Wayan!
WAYAN
Tepat sekali ratu Ngurah datang.
NGURAH
Apa kabar
Bape?
WAYAN
Buruk tu Ngurah, buruk sekali.
NGURAH
Bape sehat-sehat saja?
WAYAN
Marahlah, umpatlah si tua yang pikun ini.
NGURAH
Kenapa?
WAYAN
Nyoman telah pergi.
NGURAH
Ke mana?
WAYAN
Baru saja tiyang hendak menyusulnya sekarang.
NGURAH
Baru saja?
WAYAN
Ya, baru saja, pasti belum jauh.
NGURAH
Kenapa dia pergi Bape?
WAYAN
Tu
Ngurah tahu sendiri,
sudah lama Gusti
Biang tidak cocok dengan
Nyoman. Titiyang tidak
bisa mendamaikannya. Nyoman sudah
sering ingin minggat, tapi
tadi, tiba-tiba saja
dia pergi. Salah titiyang juga tu Ngurah.
NGURAH
Sudahlah
biar dulu begitu.
Semuanya akan selesai nanti. Saya
juga telah bertengkar
dengan ibu. Duduklah Bape, bape
jangan ikut pergi. Duduklah bape. Pasti
ibu yang salah.
Bape sudah bertahun-tahun di
sini, tak baik kalau tiba-tiba pergi, duduklah bape ...
Adegan II
GUSTI BIANG MUNCUL
GUSTI BIANG
Tinggalkan rumahku sekarang ini juga.
WAYAN
Tiyang sudah berusaha baik-baik tapi tidak berhasil.
Bape pergi sekarang
KEPADA NGURAH
GUSTI BIANG
Pergi Leak, jangan mengotori rumah suamiku.
WAYAN HENDAK PERGI, NGURAH MENAHANNYA
NGURAH
Bape!
Jangan pergi! Ingat
saya Bape. Jadi
Bape akan tinggalkan?
GUSTI BIANG
Dia hantu! Tinggalkan rumah ini cepat!
WAYAN
Ya, tiyang hantu, seperempat abad tiyang mengabdi di
rumah ini karena cinta. Sekarang keadaan tambah buruk. Bape
pergi tu Ngurah
MENGANGKAT
KOPER HENDAK PERGI
GUSTI BIANG
Tunggu dulu! Apa yang kau bawa itu? Kau mencuri
barang-barangku. Bedil? Bedil siapa itu?
WAYAN
Pak Rajawali punya bedil waktu revolusi. Bedil ini sudah banyak membunuh pengkhianat.
GUSTI BIANG
Bedil itu kepunyaanku!
WAYAN
Kepunyaan Gusti Biang?
(Kepada Ngurah)
Ini bedil Bape ...
GUSTI BIANG
Ngurah!
Ambil bedil itu!
Ia mencuri bedil
yang kusimpan di kamar ayahmu.
WAYAN
Ini bedil pak Rajawali.
GUSTI BIANG
Setan,
anakku kamu hasut.
Bedil peninggalan suamiku kau
curi! Ambil bedil itu Ngurah! Bedil itu wasiat ayahmu.
NGURAH (Tertarik
kepada bentuk bedil itu)
Coba lihat,
aneh sekali bentuknya.
WAYAN
Bedil ini kepunyaan tiyang.
NGURAH
Benar? Coba saya ingin lihat.
GUSTI BIANG
Rebut saja! Jangan percaya dia lagi!
NGURAH
Ibu, di mana
peluru yang menewaskan
ayah?
MENGAMBIL BEDIL DARI TANGAN WAYAN
GUSTI BIANG
Tentu aku selalu membawanya sebagai jimat.
NGURAH
Coba lihat
(Menerima
peluru)
Peluru ini
yang telah membunuh ayah.
Dokter Belanda itu
membedah mayat ayah dan menyerahkan peluru ini kepada ibu. Ibu menyimpannya
sebagai kenang-kenangan.
Kemudian atas permintaan
ibu, dokter itu
juga memberikan senjata yang
dipergunakan untuk menembakkan
peluru ini.
GUSTI BIANG
Benar.
Senjata laknat ini
yang telah membunuh suamiku. Nica jahanam.
WAYAN
Nica tidak mempunyai bedil macam ini.
GUSTI BIANG
Tidak! Usir dia Ngurah! Usir cepat!
.
WAYAN
Bedil macam ini hanya dipunyai gerilya.
GUSTI BIANG
Bedebah! Tidak! Jangan biarkan dia bicara,
usir!
WAYAN (Tertawa)
Semua
pahlawan mati tertembak
Nica, tetapi dia tidak. I Gusti Ngurah Ketut Mantri bukan
seorang
pahlawan, dia ditembak
mati gerilya sebagai penghianat.
GUSTI BIANG
Dengar, dia
menghina ayahmu! Usir
dia! Tembak dia sampai mati!
NGURAH (Memegang ibunya yang hendak memukul)
Tenang ibu!
GUSTI BIANG Coba
katakan lagi suamiku
penghianat! Coba!
Kupukul kau bedebah.
WAYAN
Dia memang penghianat.
GUSTI BIANG
Leak! Terkutuk kau!
NGURAH
Sabar ibu!
MENDUDUKKAN IBUNYA
GUSTI BIANG
Kenapa
kau diam saja
anak durhaka! Tembak jahanam itu! Dia menghina suamiku.
NGURAH
Baik
ibu, tapi tenang,
nanti tetangga-tetangga bangun.
GUSTI BIANG
Biar, biar. Usir dia sekarang
BATUK KERAS
NGURAH
Bape
bilang ayah saya
penghianat? Kenapa Bape
WAYAN membeo
kata orang yang
iri hati? Bape sudah bertahun-tahun di sini mengapa mau
merusak nama baik keluarga
kami?
SALING BERPANDANG-PANDANGAN
WAYAN (Dengan tegas)
Tiyang
tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang
yang telah mendampinginya setiap
saat
dulu. Sejak kecil
tiyang sepermainan dengan dia,
seperti tu Ngurah
dengan Nyoman. Tiyang tidak
buta huruf seperti
disangkanya. Tiyang bisa membaca
dokumen-dokumen dan surat-surat rahasia yang
ada di meja
kerjanya. Siapa yang membocorkan gerakan
Ciung Wanara di
Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin
oleh pak Rai, menghujani dengan
peluru dari berbagai penjuru,
bahkan dibom dari
udara sehingga kawan-kawan
semua gugur. Siapa
yang bertanggung jawab
atas kematian sembilan
puluh
enam
kawan-kawan yang berjuang
habis-habisan itu? Dalam perang
puputan itu kita
kehilangan Kapten Sugianyar, kawan-kawan tiyang yang paling baik, bahkan
kehilangan pak Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang
telah melaporkan gerakan itu semua kepada Nica.
GUSTI BIANG
Tidak!
Itu tidak benar! Suamiku seorang pahlawan Ngurah usir dia.
NGURAH (Menghampiri
Wayan)
Saya tidak percaya!
GUSTI BIANG
Jangan percaya! Leak!
NGURAH
Bape menghina keluarga saya.
WAYAN
Bukan menghina
tu Ngurah. Begitulah keadaannya. Desa Marga menjadi saksi
semua itu, hanya beliau dilahirkan sebagai
putra Bangsawan yang berpengaruh serta
dihormati karena jasa-jasa leluhur, dosa beliau kepada pak Rai
terhadap semua korban puputan itu seperti dilupakan. Tetapi tiyang sendiri tidak
pernah melupakannya. Bukan
hanya seorang, banyak penghianat-penghianat di bumi ini dianggap
orang sebagai pahlawan
sedangkan yang benar-benar
berjasa dilupakan orang.
NGURAH
Saya tak senang
dengan cara-cara bape
ini, diam-diam menjadi musuh
dalam selimut. Susah payah
saya memperbaiki nama
baik keluarga. Sekarang bape
hendak menodainya. Mencari-cari kesalahan memang gampang bape.
Bape lupa, besar jasa ayah saya
kepada perjuangan. Sayang
beliau sudah meninggal. Kalau
tidak, Ia akan menjelaskannya. Tarik kata-kata
bape.
WAYAN HANYA TERSENYUM SINIS
NGURAH
Pergi!
WAYAN (Memalingkan
muka hendak pergi tapi tiba-tiba tertegun dan berbalik)
Berikan bedil itu Tu Ngurah.
GUSTI BIANG
Tidak, itu bedilku, kau telah mencurinya.
NGURAH
Coba
buktikan, buktikan kalau
ayah saya seorang penghianat. Berikan bukti yang nyata,
jangan hanya prasangka!
WAYAN (Menggeleng)
Berikan bedil itu Tu Ngurah!
GUSTI BIANG
Ayahmu ditembak Nica!
NGURAH (Membentak)
Buktikan!
WAYAN
Buat apa?
NGURAH
Buktikan!
WAYAN
Tiyang
selalu mendampinginya. Tiyanglah
yang selalu dekat dengan dia, dan tiyang seorang gerilya.
NGURAH
Lalu?
MEREKA SALING BERPANDANG-PANDANGAN. WAYAN MENGAMBIL
BEDIL ITU DARI TANGAN NGURAH DAN NGURAH SEPERTI TAK BERTENAGA MEMBERIKAN BEDIL
ITU
WAYAN (Pelan)
Aku
telah sengaja melupakannya.
Belanda itu memungutnya, tetapi
tak tahu siapa
yang
menembaknya.
(Membelai bedil)
Tiyanglah
yang menembaknya.
NGURAH
Bape?
GUSTI BIANG
Tidak!
Tidak! Tidak!
BERDIRI
HENDAK MELEMPAR DENGAN TONGKAT. WAYAN SEGERA
MERAMPAS DAN MENDUDUKKANNYA KEMBALI.
SEMENTARA NGURAH HANYA TERCENGANG
WAYAN
Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua
ini sekarang. Dia
sudah cukup tua
untuk tahu.
(Kepada Ngurah)
Ngurah,
Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah
yang sejati, sebab
dia suami sah ibu Ngurah. Tapi
dia bukanlah seorang pejuang. Dia
seorang penjilat, musuh
gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia
memiliki lima belas orang istri,
tapi itu hanya
untuk menutupi kewanduannya. Kalau
dia harus melakukan
tugas sebagai seorang suami,
tiyanglah yang sebagian besar melakukannya.
Tapi semua itu
menjadi rahasia ... sampai
... Kau lahir,
Ngurah, dan menganggap dia sebagai
ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan
kepada ibu Ngurah,
siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati.
NGURAH TAK PERCAYA DAN MENGHAMPIRI IBUNYA YANG MULAI
MENANGIS
WAYAN
Dia
pura-pura saja tidak
tahu siapa laki-laki
yang selalu tidur dengan
dia. Sebab sesungguhnya
kami saling mencintai sejak kecil, sampai tua bangka
ini. Hanya kesombongannya terhadap
martabat kebangsawanannya
menyebabkan dia menolakku,
lalu dia
kawin dengan bangsawan,
penghianat itu, semata-mata hanya
soal kasta. Meninggalkan tiyang yang
tetap mengharapkannya. Tiyang
bisa ditinggalkannya,
sedangkan cinta itu
semakin mendalam.
NGURAH (Berdiri
dan bertanya dengan tolol)
Betulkah itu?
WAYAN
Tanyakan sendiri kepada dia.
NGURAH
Betulkah semua itu Ibu?
GUSTI BIANG TERUS MENANGIS SEMENTARA NGURAH TERUS
BERTANYA SAMBIL BERTERIAK
WAYAN
Tiyang
menghamba di sini
karena cinta tiyang kepadanya. Seperti
cinta Ngurah kepada
Nyoman. Tiyang tidak pernah
kawin seumur hidup
dan orang-orang selalu menganggap tiyang
gila, pikun, tuli, hidup. Cuma
tiyang sendiri yang
tahu, semua itu tiyang lakukan
dengan sengaja untuk melupakan kesedihan,
kehilangan masa muda
yang tak bisa dibeli
lagi.
(Memandang Ngurah
dengan lembut. Tapi tiba-tiba
ia teringat sesuatu
dan kemudian
berkata)
Tidak.
Ngurah tidak boleh
kehilangan masa muda
seperti bape hanya
karena perbedaan
kasta.
Kejarlah perempuan itu,
jangan-jangan dia mendapatkan
halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang
malam-malam begini. Mungkin
dia bermalam di dauh
pala di rumah
temannya. Bape akan mengurus
ibumu. Pergilah cepat,
kejar dia sebelum terlambat.
KEDUA
LAKI-LAKI ITU SALING MEMANDANG, GUSTI BIANG TERPAKU DAN MERASA MALU SEKALI. WAYAN
KASIHAN DAN MENDEKATI
GUSTI BIANG. BEBERAPA
SAAT KEMUDIAN WAYAN MEMANDANG
NGURAH LAGI
WAYAN
Ngurah, sudah tahu semuanya. Ngurah sudah pantas
mendengar itu. Tapi Jangan terlalu memikirkannya. Lupakan saja
itu semua. Itu memang
sudah terjadi tetapi sekarang
setelah Ngurah tahu,
hati kami merasa lega. Sekarang
lupakan semua itu. Lupakan, jangan bersakit-sakit memikirkannya.
NGURAH MEMALINGKAN MUKA KETIKA WAYAN MENATAPNYA
WAYAN
Semua
itu bohong, Titiyang
bukan ayah Ngurah. Tiyang adalah Wayan
yang pikun dan
akan segera mati, dan
beliau itu (Menunjuk
potret) bukan penghianat. Dia
seorang pahlawan dan
pantas Ngurah sebut ayah.
Ya ... banyak
terdapat keburukan di atas
dunia ini. Tapi
tidak semua keburukan yang
kita ketahui itu
perlu diketahui orang lain, kalau
bisa membuat keadaan lebih buruk lagi.
Pergilah Tu Ngurah
dan tiyang yang
akan meladeni Gusti Biang.
TANPA MENOLEH NGURAH MENINGGALKAN TEMPAT
Adegan III
GUSTI BIANG
sudah berhenti menangis, Ia malu menatap Wayan, tapi
laki-laki itu mendekatinya.
WAYAN
Bagaimana Gusti Biang?
GUSTI BIANG (Kemalu-maluan)
Kenapa kau ceritakan semua itu padanya.
WAYAN
Waktu
telah tiba, dia
sudah cukup dewasa
untuk mengetahuinya.
GUSTI BIANG
Kau menyebabkan aku sangat malu.
(Gusti Biang
Tertunduk Dan Wayan Menghapus Air Matanya)
Wayan Kenapa Ngurah
dicegah kawin? Kita sudah
cukup menderita karena
perbedaan kasta ini.
Sekarang sudah waktunya
pemuda-pemuda bertindak. Dunia
sekarang sudah berubah.
Orang harus menghargai satu sama
lain tanpa membeda-bedakan lagi, bagaimana Gusti Biang?
GUSTI BIANG (Sambil
menghapus air matanya)
Aku tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan
mengawinkannya,
(Dengan manja)
Tapi jangan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu.
Aku sangat malu.
WAYAN (Tersenyum)
Kalau begitu Wayan
tidak
jadi pergi. Wayan akan menjagamu
Sagung Mirah, sampai kita
berdua
sama-sama mati dan
di atas kuburan
kita, anak-anak itu berumah tangga dengan baik. Sagung Mirah ..
GUSTI BIANG
Apa Wayan?
WAYAN
Kau tetap cantik seperti Dewi Sri ...
GUSTI BIANG
Huuuuuuuuuussssssss!
WAYAN TERTAWA
LALU BERJALAN KE GUDANG. GUSTI BIANG MENGANGKAT LAMPU
TEPLOK UNTUK WAYAN.
TAMAT