Naskah
Lakon Satu Babak
BARABAH
Karya
Motinggo Busye
DRAMATIC
PERSONAE
BARABAH Istri Banio; seorang wanita berumur 28 tahun,
cantik, menarik dan mencintai suaminya.
BANIO Suami Barabah; lelaki tua betubuh
bongkok tapi kekar. Berumur sekitar 70an, suaranya lantang dan sukar untuk
tertawa
ADIBUL Lelaki besar tinggi, berusia 30
tahun, bekerja sebagai kusir sado.
ZAITUN Wanita montok, berusia 25 tahun,
sikapnya ramah dan hangat. Ia adalah anak Banio dari istri ke enam yang telah
lama diceraikannya.
ADEGAN
I
CERITA
INI TERJADI DI RUANG TENGAH RUMAH BANIO. NAMPAK SEBUAH MEJA KUNO DAN SEBUAH
KURSI TUA YANG TERLETAK DI SAMPINGNYA, DI SUDUT RUANG MELINTANG SEBUAH PETI
PANJANG DIMANA BIASANYA BARABAH DUDUK MENENUN, DI SISI TERDAPAT KURSI KURUS.
BANIO MASUK DENGAN TANGAN LUKA PENUH TANAH.
BANIO
Barabah! (melihat
sekeliling) O…Barabah!
(Duduk di
kursi dengan mengurut tangannya sendiri yang luka)
BARABAH
Tangan bapak luka!?
BANIO
Biar!
BARABAH
Ohh
BANIO
Iya. Tangan bapak luka
Banio minum kopi dan Barabah duduk di peti
Tapi kopinya enak
BARABAH
Benar? Tapi serbuk kopinya yang kemarin juga
BANIO
Tidak peduli itu serbuk kopi kemarin atau lima puluh
tahun lalu, aku cuma mengatakan kopi yang kau bikin hari ini enak. Sudah,
jangan tanya lagi!
BARABAH
Jangan Tanya lagi….
Banio memalingkan mukanya. Kemudian melirik ke arah
Barabah yang merenda, Banio menarik napas panjang.
BANIO (Lembut)
Barabah… .
BARABAH
Iya pak?
BANIO
Tolong pijit-pijit kepalaku
Barabah berdiri di depan Banio
BARABAH
Apa mau dikerok lagi punggung itu?
BANIO
Ah, malu aku!
BARABAH
Kenapa?
BANIO
Punggungku sudah bongkok. Nanti engkau tahu
punggungku bongkok
BARABAH
Ah, tidak.
BANIO (Berdiri)
Siapa bilang tidak!? Lihat nih, lihat!
(Banio Duduk.
Barabah masih berdiri. Banio memijit-mijit keningnya sendiri dan melihat
Barabah masih berdiri dari sela-sela jemarinya)
Kau masih berdiri di situ, Barabah?
BARABAH
Ibah kan mau mijit kening bapak
BANIO (lembut)
Barabah… .
BARABAH
Ya, pak?
BANIO
Aku sudah tua ya?
BARABAH
Belum pak
BANIO
Bohong! Aku m-m-m-merasa sudah tua. Aku ini sudah
tua, ya kan Barabah?
BARABAH
Belum pak.
BANIO (tegak
dengan kekarnya)
Bohong! Coba
terus terang katakan kalau aku sudah tua
(diam sesaat
setelah melihat Barabah)
Semua bini memanggil lakinya dengan sebutan yang
layak
(diam sejenak)
Mereka tidak memanggil ‘bapak’ kepada lakinya atau
‘pak’. Suatu kali aku dating ke rumah orang Palembang, bininya memanggil ‘kak’
pada lakinya. Aku bertamu ke rumah orang jawa, bininya memanggil ‘kang mas’
pada lakinya. Datang pula aku ke rumah orang Padang, Sutan Mangkudung. Bininya
memanggil ‘uda’ pada lakinya. Dan kalau ada orang dating ke rumah, kau
memanggil apa padaku?
BARABAH
Ibah akan tetap memanggil bapak
BANIO
Kenapa?
BARABAH
Karena Ibah tidak bias merubahnya lagi
BANIO
Bukan karena aku sudah tua Bangka?
BARABAH
Bukan!
BANIO
Bohong!
BARABAH
Betul!
BANIO
Bohong! Terang-terangan aku sudah tua bongkok!
BARABAH
Ibah berani sumpah, pak
BANIO
Sumpah apa? Kau berani, nanti malam dating kekuburan
tidak pakai lampu? Tentu kau tidak berani. Aku sudah tua ya Barabah? (Barabah
diam saja) Ya, aku sudah tua dan sebentar lagi aku akan mati. Barangkali lima
atau enam tahun lagi. Kalau aku mati, apa kau akan menangis Barabah?
(Barabah terdiam)
Ya, aku sudah tua dan
sebentar lagi aku akan mati. Barangkali lima atau enam tahun lagi. Kalau aku
mati, apa kau akan menangis Barabah?
BARABAH
Ibah akan menangis di kuburan bapak selama seminggu
BANIO
Sesudah kau menangis selama seminggu dan air matamu
kering, kau akan menangis lagi? Barabah?
BARABAH
Ibah akan nangis lagi kalau punya air mata lagi
BANIO
Bohong! Sesudah matamu bengkak karena menangis seminggu
itu, seminggu kemudian kau akan dilamar orang.
(Barabah terdiam)
Ya, ya. Kau akan
dilamar seorang lelaki. Laki-laki itu kra-kira lelaki mata keranjang. Ah,
bukan, bukan itu saja, dia lelaki pengangguran yang suka ongkang kaki dan tidur
jam delapan, lantas bangun dan makan jam sepuluh siang. Besoknya ia tidur jam
delapan, bangun dan makan jam dua belas siang. Dan sebelum umur empat puluh,
lelaki itu mati. Ia mati di tempat tidur
(Barabah tertawa)
Kenapa kau tertawa?
BARABAH
Habisnya bapak lucu!
BANIO (Memekik)
Apanya yang lucu? Ini tidak lucu!
(Beberapa saat
hening. Lalu senyum mahal dari bibir Banio keluar juga)
Haha…. Memang lucu juga . karena aku dulu begitu.
Ketika aku melarat waktu masih bujang dulu, aku menunggu-nunggu seorang kakek
yang punya bini muda. Aku mengharapkan kakek itu lekas mati dan bininya akan
jadi janda muda. Tapi sialan! Kakek itu tidak mati-mati dan aku makin melarat.
(Barabah tertawa kencang)
Kenapa kau tertawa?
BARABAH
Lucu!
BANIO
Memang lucu. (Lalu
tekanan suaranya berubah) Barabah?
BARABAH
Ya, pak.
BANIO
Aku sudah kakek-kakek kelihatannya ya? Ah, jangan
dijawab. Tentu kau akan bilang ‘tidak, pak’ atau ‘belum pak’. Aku tadi lewat di
depan kantor Japenkab dan membaca Koran. Japenkab….Jawatan Penerangan
Kabupaten! Ah, orang-orang sekarang terlalu sibuk dengan dunia ini, mau kiamat
sehingga mereka memanggil Walikota dengan sebutan Walkot. Saya tadi juga
membaca Koran dan katanya dunia akan kiamat. Aku benci sama tukang-tukang ramal
itu. Mereka pembohong semua. Tapi aku percaya, sekali waktu dunia ini akan
kiamat seperti aku percaya suatu waktu aku akan mati. Tetapi aku tidak mau
lekas-lekas mati sebelum aku punya anak laki-laki.
(Barabah tersenyum)
Kenapa kau tersenyum? Kau tertawa karena dari
sebelas orang perempuan yang kukawini aku tidak pernah dapat anak laki-laki?
Aku dulu ahli penabuh gendering. Dram-tam-tam, dram tam tam berjalan keliling
kota dalam barisan dengan terompet tro titet trot titet dram tam tam, dram tam
tam. He, apa kau masih simpan tambur itu?
BARABAH
Masih ada di gudang
BANIO
Aku dulu lelaki mata keranjang. He, kenapa kau tertawa?
Memang dulu aku dibenci gadis-gadis. Sebetulnya gadis-gadis itu bukan benci,
Cuma takut aku tidak memilihnya. Kebodohan gadis-gadis pada umumnya sama dengan
dunia perjudian. Mereka judikan dirinya. Mereka mengira-ngira dirinya kertas,
komentator seopak bola. Dulu aku bukan jago taruhan, aku dulu malah bintang
lapangan, Barabah. He kapan pertandingan PSSI lawan Hongkong lagi? Kalau dapat
ratusan ribu lagi seperti si Muin, aku akan sumbangkan saja ke Depsos.
BARABAH
Depsos, pak?
BANIO
Departemen Sosial. Bodoh. Aku tidak mau rebut-ribut lagi
soal pembagian tanah seperti si Muin. Memang Muin itu goblok, sangkanya tanah
itu mau dibawanya mati sehingga dia bertengkar dengan undang-undang alndiporm.
Dasar Muin goblok! Dalam hidupnya dia berangan-angan akan memiliki tanah, kalau
bias tanah sejagat ini. Padahal kalau dia mati, orang Cuma memerlukan tanah
paling banyak dua meter buat kuburannya! Betul juga usulmu dulu ketika aku
hamper berkelahi dengan polisi. He, aku tadi mau cerita apa?
BARABAH
Dunia kiamat
BANIO
O, iya. Dunia kiamat! Ya, dunia akan kiamat suatu
ketika. Dan saat itu, jangankan bias memiliki tanah dua meter, dua jengkal pun
tak keburu lagi buat kuburannya!
(Banio capek, dia mengibas-ngibaskan kain sarung; ia
melihat sekeliling melewati jendela-jendela)
Kau lihat, alangkah
suburnya tanah-tanah itu Barabah
BARABAH
Di mana kau akan bangun rumah buat si Godam?
BANIO
Godam?
BARABAH
Kan dulu bapak yang bilang anak laki-laki?
BANIO
Apa aku punya anak laki-laki selama ini?
BARABAH
Bapak sudah bilang padaku, kalau aku akan punya anak
laki-laki
BANIO
Oh iya. Iya…iya…. Si Godam? Si Godam yang mahir main
tambur? Tram tam tam, tram tam tam. Apa kau bias menjamin bahwa kau akan bias
melahirkan seorang anak lelaki yang nanti bias pukul tambur? Tuhan maha tahu!
BARABAH
Ya. Dulu bapak cerita bagaimana hebatnya si Godam
memukul tambur; tram tam tam, tram tam tam dan diapit bendera-bendera merah
putih dan penonton bersorak sorai.
BANIO
“Hidup Godam! Hidup Godam!’ dan ada yang berkata “Itu si
Godam, anak lelaki pak Banio dan Barabah” Kau tahu Barabah, apa artinya Godam?
BARABAH
Palu yang berduri!
BANIO
Palu yang berduri
tajam! Ya, ya, di sana rumah si Godam. Dan dia
tidak boleh banyak kawin seperti bapaknya (menunjuk dirinya) dan
si Godam tidak boleh gagal dalam perkawinan. O iya siapa nama biniku yang
pertama?
BARABAH (Tertawa)
Kalau tak salah, namanya Jamilah!
BANIO
Penasaran aku sama dia! Nama istriku yang kedua?
BARABAH
Rabiatun!
BANIO
Oh, iya Rabiatun. Kau tahu apa yang ditanyakan pamannya
padaku? Pamannya bertanya “apakah kamu pegawai negeri?” lalu kujawab “Saya
Marsose” dan pamannya kembali bertanya “Berapa gaji sebagai Marsose?”. Ini
adalah pertanyaan yang paling kubenci! Aku benci adik Rabiatun, kakak Rabiatun,
kakek Rabiatun, nenek Rabiatun, keponakan Rabiatun dan tentunya paman Rabiatun
juga. Mereka datang memuji-muji aku karena aku jadi raja karet. Tetapi ketika
Gubernemen menangkapku dan aku jatuh melarat...
BARABAH (Memotong)
Mereka semua lari tunggang langgang....!
BANIO
He.... apa sudah kuceritakan kisah Rabiatun itu?
BARABAH
Sudah sebelas kali
BANIO
Kau ingat nama istriku yang ketiga?
BARABAH
Bapak dulu bilang bapak lupa nama istri yang ketiga
BANIO
Yang keempat juga aku lupa....tapi yang kelima
tidak.
BARABAH
Yang main gila sama laki-laki lain itu?
BANIO
Iya. Iya. Perempuan memang berbahaya, Barabah!
BARABAH
Aku tidak mau!
BANIO
Kenapa “aku tidak mau”?
BARABAH
Ibah tidak pernah main gila
BANIO
Bukan kau Barabah. Kau baik. Namamu juga bagus;
Barabah! Burung pemakan padi. Tapi kau bukan burung pemakan padi, kau burung
yang membenih padi
(Barabah senang mendengarnya, ia menutup matanya dan
tersenyum)
Kenapa senyum-senyum?
(Diam )
oh iya, aku lupa nama istriku yang ke sembilan. Kau
ingat?
BARABAH
Ingat, yaitu yang kawin dengan Belanda ketika bapak
di tawan
BANIO
Dia berkhianat dua kali. Pertama pada lakinya, kedua
pada tanah air. O, bukan, bukan dua kali, tapi tiga kali! Dia membawa
anak-anakku yang perempuan ke negeri Belanda. Aku tidak tahu bagaimana mereka
mencet muka-muka anak-anak perawanku menjadi putih supaya jadi Belanda!
(Barabah terdiam)
Ketawa sedikit
dong...ini lucu
(Barabah diam merengut)
Kenapa kau tidak
tertawa?
BARABAH
Ibah cemburu!
BANIO
Cemburu? Kau juga ada rasa cemburu seperti
kebanyakan perempuan?
BARABAH
Ibah cemburu bapak akan kawin lagi. Kaum perempuan
cemburu kalau suaminya cerita tentang perempuan lain.
BANIO
Kawin lagi? Apa kau pikir aku ini akan merebut rekor
perkawinan terbanyak? Seperti orang-orang merebut piala jago anggar?
BARABAH
Tapi bapak dulu pernah bilang mau kawin lagi
BANIO
Kapan? Coba kapan? Aku bisa marah ini...
BARABAH
Dua bulan yang lalu
BANIO
Ooooo..... itu Cuma main-main. Suami perlu sekali-kali
menguji bininya toh. Lagipula aku ini sudah tua, Barabah. Dan ini adalah
perkawinanku yang kedua belas kali dan terakhir. Aku pikir itu sendiri sudah
rekor dan aku pantas dapat piala
(Barabah terdiam. Banio marah)
Kenapa kau terdiam?
Kau tentu setuju pada bini-biniku. Baik, baik Barabah, sebab kau perempuan.
Tapi jangan minta aku menangis tersedu-sedu seperti orang lain, sebab aku sudah
gagal selama ini.
(Banio menatap ke luar jendela)
Baru sekarang aku
tahu, tanah-tanah itu subur...ketika aku sudah tua, bongkok dan ubanan dan
sebenarnya sudah tidak laku lagi. He, aku ini sudah tidak bakal laku lagi,
meski ditawar-tawar di pasar loakan. Tapi aku tidak peduli apakah aku tidak
akan laku di pasaran atau pegadaian. Biarpun kualitas loakan, yang penting
masih punya semangat bunyi tambur. Tram tam tam tram tam tam.....
(Seperti teringat sesuatu)
Hee..bagaimana dengan
sambel peteku? Aku mau bongkar rumputan alang itu
(Tangannya menunjuk ke luar jendela. Kemudian Banio
minum kopi)
Alang-alang itu
berbahaya betul untuk ladang, bahkan tanganku luka karenanya.
(Kemudian Banio mengikatkan kain sarung ke pinggangnya
dan kemudian memberikan kepada istrinya tempat tembakau rokok. Barabah
menggulungkan daun rokok buat suaminya)
Aku kepingin naik
kapal terbang suatu kali
BARABAH
Naik kapal terbang?
BANIO
Iya. Cuma itu yang belum pernah kunaiki. Aku sudah
pernah naik mobil, sepur, kuda, kerbau dan bahkan naik gunung. Semua sudah
pernah, kecuali naik kapal terbang. Aku melihat poto bung Karno naik
helikopter.
BARABAH
Bapak bersihkan saja dulu alang-alang itu, biar
kapal terbangnya bisa mendarat di stitu
MEMBERIKAN LINTINGAN ROKOK TADI
BANIO (Ketika
rokok itu dipelintirkan di bibirnya, Banio membentak)
Mana korek apinya!?
BARABAH
Itu, di atas meja
BANIO (Senyum
mahal)
Iya, tapi tolonglah korekkan sedikit
(Barabah menyalakan korek api, tapi banio meniupnya.
Terjadi beberapa kali. Setelahnya barulah api korek itu membakar rokoknya)
Dari sebanyak itu biniku, Cuma
kaulah...hmmmm....saya menyebutnya....Cuma kaulah yang bisa memasangkan korek
api dengan benar. Aku janji aku tidak akan kawin lagi!
BANIO PERGI EWAT PINTU BELAKANG. BARABAH BERMAKSUD
MENUJU KE TEMPAT IA BIASANYA MERENDA, TAPI MENDADAK IA MENDENGAR SUARA KETUKAN
PINTU DEPAN. BARABAH MENUJU PINTU.
ADEGAN
II
BARABAH MEMBUKA
PINTU DAN NAMPAKLAH SEORANG PEREMPUAN MUDA YAITU ZAITUN. IA MEMPERSILAHKAN
ZAITUN MASUK. IA BERJALAN LEBIH DULU KE DALAM, KETIKA IA MEMBALIKKAN TUBUHNYA,
DILIHATNYA ZAITUN MASIH TERPESONA MEMANDANGI ISI RUMAHNYA. BARABAH CURIGA, TAPI
IA BERUSAHA MENUTUPINYA
BARABAH
Masuklah...
(heran dengan kelakuan Zaitun)
Ada apa?
ZAITUN
Saya melihat cicak
BARABAH
Cicak atau tikus?
ZAITUN (Melangkah
masuk)
Cicak. Sepasang cicak yang saling memburu. Ibu saya
menafsirkan itu adalah pertanda jodoh
BARABAH
Jodoh?
ZAITUN
Ya, jodoh. Ibu saya ahli sekali dalam hal bertenung
kartu
BARABAH
Silakan duduk
ZAITUN (Duduk)
Cicak-cicak itu firasat yang baik.
Begitu saya masuk, begitu ada pertanda
BARABAH
Saya belum pernah mendengar takhayul seperti itu
ZAITUN
O, ibu saya ahli pertakhayulan. Cicak-cicak itu
pertanda baik juga dalam takhayul, kecuali kalau kucing berkelahi
BARABAH
Dan firasat yang tadi, apakah membaikkan bagi saya
atau situ?
ZAITUN
Bagi saya
BARABAH (Kecewa
tapi masih tertarik)
Jadi, itu berarti akan terjadi pertemuan jodoh?
ZAITUN
Ya. Akan terjadi perkawinan yang bahagia
BARABAH
Perkawinan siapa?
ZAITUN
Kalau menurut takhayul, yang melihatlah yang akan
kawin
BARABAH
Siapa?
ZAITUN (gugup)
Tentulah....tentulah saya. Maaf, saya
ingin bertanya dulu. Apa betul ini rumah pak Banio? Sebenarnya saya tadi sudah
menanyakan pada orang-orang di seberang jalan, Cuma saya takut salah.
BARABAH
Iya
betul. Ini rumah pak Banio
ZAITUN
Bolehkah saya bertemu dengan pak Banio? Saya Zaitun.
(Barabah Terdiam)
Bilanglah ada tamu jauh. Katakan Zaitun datang,
tentu beliau nanti akan tahu
BARABAH
Beliau sekarang ada di ladang
ZAITUN
Sedang apa beliau di sana?
BARABAH (Kesal)
Beliau di ladang sedang mencabuti alang-alang...!
ZAITUN
Oh.....rajinnya. ternyata meskipun sudah tua, beliau
masih kuat
BARABAH
Kuat?
ZAITUN
Iya, kuat mencabuti alang-alang. Sebenarnya kan ilalang
itu sukar sekali dicabut. Mesti pakai traktor, baru akarnya akan terbongkar.
BARABAH
Tapi suami saya memang kuat. Beliau tidak pernah
memerlukan traktor untuk mencabut akar-akar ilalang yang banyak itu. Beliau
punya banyak piaraaan ilalang dan daun ilalang itu tajam-tajam bukan?
ZAITUN
O, tentu saja. Waktu kecil pun saya pernah menangis
karena dilukai daun-daun ilalang, lalu saya mengadu pada bapak saya. Tapi malah
ia marah-marah....
(ketawa)
O, saya lupa bertanya,
piaraan? Apa ilalang itu dulu sengaja ditanam dan dibuat ladang?
BARABAH
Sengaja!
ZAITUN
masyaAllah
BARABAH
Di situ jangan kaget. Suami saya, mempunyai dua belas
ladang ilalang, ilalang yang tidak pernah dipeliharanya baik-baik, seperti
terhadap istri-istrinya. Dan sekarang, rupa-ripanya beliau akan mencabut rumpun
ilalang yang kedua belas
ZAITUN
O, syukurlah...
BARABAH
Syukur?
ZAITUN
Ya, syukur.
(Merasa geli dan bermaksud menyenangkan hati Barabah)
Nantinya, tentu beliau
akan menanam lagi ladang ilalang yang ke tiga belas. O, saya lupa bertanya. Apa
beliau sehat saja?
BARABAH
Kalau tidak sehat, masa beliau sanggup membikin ladang ilalang
dua belas kali. Dan sekarang, sesudah di tanam, yang kedua belas itu akan
dicabutnya pula. Sekarang mau cari bibit ilalang ketiga belas! Ilalang yang
montok!
ZAITUN
O, begitu. Lucu juga beliau
BARABAH
Memang lucu, sehingga semua kejadian-kejadian yang
beliau bikin adalah lelucon bagi saya. Dan terkadang lelucon itu menyakitkan
hati juga.
ZAITUN
Memang. Tapi tadi di atas kereta api, waktu saya mau
kesini, ada lelucon
BARABAH
Hmmm....
ZAITUN
Ada dua orang muda-mudi, di atas kereta ketika
ditanyai karcis, mereka pura-pura tidur ngorok
BARABAH
Hmmm, saya juga pernah melihat penipuan begitu. Tapi
bukan anak muda. Yang menipu itu adalah gadis, gadis montok
ZAITUN
Hah.... sepertinya lucu juga
BARABAH
Buat saya sendiri tidak lucu. Mereka itu
setidak-tidaknya pernah sekolah, pernah diajar gurunya, kalau naik kereta api
mesti beli karcis. Malah mereka menyerobot macam garong saja. Mereka itu
harusnya ditangkap. Tidak peduli mereka itu siapa!
ZAITUN
Benar juga
BARABAH
Memang benar! Kecuali, kecuali....kecuali kalai
kepala stasiun telah memberikan karcis gratis. Tapi semestinya di zaman merdeka
ini, tidak boleh ada karcis gratis. Itu korupsi halus! Tidak demokratis!
ZAITUN
Betul, saya setuju. Itu korupsi halus! Memang tidak
demokratis
BARABAH
Itu juga semacam garong di siang hari!
ZAITUN
Betul. Betul, itu garong di siang hari. Oh iya.
Bapak mana ya? Apa bisa beliau dipanggil sebentar? Saya ada perlu sekali
BARABAH
Perlu sekali? Soal apa kira-kira yang akan
disampaikan?
ZAITUN
Sebenarnya saya malu mengatakannya bu...
BARABAH MERASA SENANG MENDENGAR KATA ‘BU’
BARABAH
Ah, jangan malu-malu, nanti saya katakan
ZAITUN (Ragu)
Ini....ini....Soal perkawinan
BARABAH
Perkawinan siapa?
ZAITUN
saya
(Barabah terdiam, mencoba menyembunyikan
kegelisahannya dan pura-pura mendongakan kepalanya ke arah jendela)
Iya, perkawinan
BARABAH
Apa sudah gawat betul?
ZAITUN
Dibilang gawat ya, tidak. Tapi ini penting
BARABAH
Soal perkawinan memang penting, harus dipikirkan
masak-masak. Sama seperti para perempuan menanak nasi, kalau kurang masak, akan
terasa kerasnya. Kalau terlalu masak malah mutung dan laki-laki akan mencela
kita. Kata mereka kita sembrono. Laki-laki memang Cuma tahu makan dan mengoceh
saja pada perempuan, biar pun (mendadak berurai air mata) biarpun kita
perempuan sudah susah payah memasakkan nasi dan membikinkan sambel pete
kesukaannya.
(Zaitun merasa heran, lantas dia mencoba mendekati
barabah bermaksud merujuk. Tapi barabah tidak mau)
Aku tidak mau dipegang siapapun lagi
ZAITUN
Kenapa? Maaf kalau ada kata-kata menyinggung
perasaan ibu
BARABAH
Perempuan tidak salah, laki-lakilah yang salah
ZAITUN
Memang laki-laki yang salah dan kita benar. Maaf bu kalau
kata-kata saya tentang anak-anak yang tidak membeli karcis kereta api tadi
menyinggung perasaan ibu
BARABAH
Jangan pidato panjang lagi di rumah ini. Kau juga
tidak membeli karcis
ZAITUN (Merasa
tersinggung)
Ada apa ini? Saya membeli karcis. Bahkan
saya membeli dua karcis. Kenapa saya dituduh demikian? Saya masih punya uang
dan saya masih....masih....
BARABAH (memotong)
Jangan mulai pidato lagi! Kau telah membawa
cicak-cicak ke rumah saya ini. Rumah ini bukan rumah takhayul atau kantor
nikah. Rumah ini rumah saya dan suami saya
ZAITUN
Saya tahu, saya tahu
BARABAH
Sejak engkau datang tad, saya sudah sabar-sabarkan hati.
Saya sudah menyindir-nyindir tapi rupanya saya dibiarkan panas penasaran
(menangis tersedu-sedu)
Saya tidak mau melepaskan dia seperti sebelas
istrinya yang lain itu
(Zaitun kaget dengan ucapan Barabah itu, ia beranjak
ke pintu dan berdiam di situ. Melihatnya Barabah makin kesal dan menantangnya)
Jangan lama-lama berdiri di situ! Saya sudah cukup
sabar. Nanti kau melihat cicak di loteng lagi dan kau akan berpidato lagi
tentang kawin
ZAITUN
Ini tentang perkawinan saya, bukan perkawinan ibu!
PERGI. KETIKA ZAITUN SUDAH PERGI, BARABAH BERKATA LIRIH SAMBIL TERSENDAT-SENDAT
MEREDAKAN TANGISNYA SENDIRI
BARABAH
Dikiranya aku ini masih boca atau nenek-nenek yang
sudah lemah apa?
Barabah duduk di kursi dan tangannya mengambil gelas
besar dan minum darinya. Ia tersadar itu gelas kopi suaminya, lalu ditaruhnya
kembali
Kopinya tak mau diminum lagi! Bukan laki-laki saja
yang mata keranjang, perempuan juga mata keranjang! Untung dia tidak lama-lama
di sini. Dan untung pula tanganku tidak memegang pisau penumis cabe. Kalau ada,
sudah kupotong-potong dagingnya yang montok itu dan kubumbui cabe! Biar dia
tahu, aku ini perempuan yang bukan saja bisa mengiris-ngiris cabe tapi juga...
(menangis lagi)
Tapi juga perempuan
yang bisa mengiris perempuan. Biar dia tahu! Biar! Tidak peduli dia mengadu
pada polisi, biar!
BARABAH PERGI KE JENDELA. BARABAH TIDAK MENYADARI
KALAU DIAKHIR OCEHANNYA, BANIO SUDAH MASUK LEWAT PINTU BELAKANG
BANIO
Ada apa semua ini?
BARABAH
Ibah tidak peduli apakah bapak akan memarahi saya,
tapi dia telah saya usir!
MENGHINDARKAN DIRI
BANIO
Siapa? Laki-laki?
BARABAH
Perempuan
MENGHINDARKAN DIRI
BANIO
O, kukira laki-laki
BARABAH BERUSAHA MENGHINDAR DARI TATAPAN BANIO
SAMBIL MENGATAKAN KALAU IA TIDAK MAU MELIHAT SUAMINYA
BARABAH
Katakan terus terang kalau bapak mau kawin lagi
BANIO
Siapa? Aku?
BARABAH
Iya! Siapa lagi!? Biar bapak dapat piala
BANIO
Barabah! Jangan sindir aku! Aku sudah tua!
BARABAH
Tapi buktinya, telah datang seorang perempuan
menanyakan bapak! Dia memaksa saya untuk memanggil bapak ke ladang. Tapi saya
menolak! Saya tidak mau membiarkan suami saya diambil seenaknya oleh perempuan
lain.
BANIO
Siapa perempuan itu!?
KARENA KECAPEKAN BERPUTAR-PUTRA RUANGAN, BARABAH
DUDUK DI PETI. BANIO MENYADARI APA YANG TERJADI, KEMUDIAN DIA BERKATA LEMBUT
Siapa perempuan, Barabah?
BARABAH
Ibah hampir saja mengirisnya dengan pisau cap garpu
yang bapak beli dulu
BANIO
o...tak apa. Asal jangan aku yang kau iris
BARABAH MENANGIS LAGI
BARABAH
Tapi Ibah tak mau bapak direbutnya. Dia sudah kuusir
dan tidak saya eprbolehkan menginjak rumah ini lagi. Ibah berjanji akan
mencakar mukanya! Ibah mau menangis lagi sekarang
BANIO
Karena apa?
BARABAH
Karena Ibah tidak mau jadi janda yang dicerai.
Karena Ibah tidak mau kehilangan laki
BANIO
Kau belum pernah marah sehebat ini. Seperti orang
ngidam saja, sampai kau harus mengusirnya
BARABAH
Karena Ibah cemburu, marah, benci melihatnya!
BANIO (Tersenyum)
Ini baru bini namanya. Semua biniku selama ini tidak
ada yang berterus terang padaku, kecuali kau Barabah.
(Membelai rambut Barabah)
Karena itu, aku ingin mengakhiri kemarahanmu,
kebencianmu, kecemburuanmu dan prasangkamu padaku. Aku ini sudah tua Barabah. Yang
kau lihat sekarang ini bukan kerangka hidup, tapi sisa-sisanya. Aku sudah tidak
mau sisa hidupku yang sedikit ini kukotori lagi, sebab hidupku yang dulu sudah
cukup menjijikan. Kau dengar itu semua, Barabah? Nah, sekarang aku mau tanya
lagi padamu. Siapa perempuan yang datang tadi? Coba tenang sedikit. Tuhkan,
dekat hidungmu ada air matanya
(Barabah lekas menghapusnya)
Sekarang, sebutkan siapa nama perempuan itu?
BARABAH
Dia Cuma seorang perempuan
BANIO
Iya, siapa namanya?
BARABAH
Tidak ingat lagi. Ibah pening...
BANIO
Mari kupijit kepalamu yang pening itu
BANIO BERMAKSUD MEMIJIT KEPALA BARABAH, TAPI SEGERA
BARABAH MENCEGAH
BARABAH
Ibah tidak pening lagi. Nama perempuan itu Zaitun
BANIO
Sebesar siapa dia? Darimana dia datang?
BARABAH
Sebesar Ibah, Cuma dia lebih montok
BANIO
Montok....kalau laki-laki melihat perempuan montok,
terbakar hatinya sebab gairah. Tetapi kalau perempuan melihat perempuan montok,
terbakar hatinya sebab iri hati. Apa kau iri Barabah?
BARABAH
Iya!
BANIO
Kau jujur! Aku senang manusia jujur biarpun dia
bodoh. Sekarang katakan apa maksud ia datang kemari.
BARABAH
Mula-mula ia melihat sepsang cicak di atas loteng rumah
kita itu, lalu ia mempersoalkan jodoh. Lalu dia cerita soal takhayul dan
kemudian menceritakan tenung kartu. Dia bikin lelucon yang tidak lucu tentang
dua pelajar yang tidak membeli karcis kereta api.
BANIO
Jadi kalau begitu dia datang dengan kereta api
(tiba-tiba ingat)
Apa kau bilang? Bertenung dengan kartu? Ah, aku
benci dengan perempuan yang bertenung dengan dartu dan memang sudah sepantasnya
dia kau usir. Aku benci sama perempuan-perempuan yang suka takhayul dan
ramalan-ramalan
BARABAH
Neneknya barangkali penjudi
BANIO
Tidak peduli biarpun nenek dan buyutnya
sekalian. Pokoknya aku benci perempuan yang menghabiskan waktunya sehari-hari
dengan menghadapi kartu-kartu dan biasanya mereka meramalkan suami atau
pacarnya! Bukan lelaki saja yang mesti bekerja, perempuan juga. Dan main tenung
kartu itu adalah kerjaan yang kurang kerjaan
BARABAH
Dia datang ke sini mau kawin!
BANIO
Mau kawin?
BARABAH
Iya, kawin. Dia menanyakan bapak
BANIO
Menanyakan aku!? Hah, perempuan macam apa itu? Setan
barangkali! Kau tidak salah lihat siapa yang datang tadi? Barangkali Cuma
hayalanmu saja. Coba kau gosok-gosok matamu dulu.
(Diam sejenak)
Zaitun? Beribu-ribu orang yang bernama Zaitun di
dunia tuhan ini! Nenek dan buyut ibuku juga bernama Zaitun. Sekarang aku
bertanya, ini Zaitun yang bagaimana dari ribuan orang yang bernama Zaitun itu?
BARABAH
Ini Zaitun yang montok dan akan kawin. Mungkin
dengan bapak!
BANIO
Tidak mungkin, tidak mungkin. Aku sudah bersumpah
tidak akan kawin-cerai lagi dan engkau adalah perkawinanku kedua belas dan
terakhir. Tapi sekarang aku bertanya, kau masih cemburu?
BARABAH
Masih.
BANIO
Ini mesti diselesaikan hari ini juga kalau begitu. Apa
sepeda masih ada dalam gudang?
BARABAH
Bapak mau kemana?
BANIO
Mau ke stasiun dan mengumumkan di corong stasiun untuk
memanggil perempuan jahanam yang bikin kacau itu kesini untuk diperiksa apakah
dia sehat atau sinting. He, kenapa kau diam saja? Apa kau pikir si tua ini
tidak kuat lagi naik sepeda!? Aku pernah jadi juara lomba sepeda ketika ban-ban
sepeda masih ban mati. Kau tunggu sebentar di sini.
BARABAH MELIHAT SUAMINYA PERGI KE BELAKANG, LALU IA
BERKATA SENDIRI
BARABAH
Memang dia perempuan jahanam, mau menyerobot laki orang.
Dulu ketika aku kawin dengan dia, aku bukan menyerobotnya. Ia telah bercerai
enam tahun lamanya dari istrinya yang ke sebelas. Aku dipinangnya seperti
jejaka meminang gadis.
BANIO MUNCUL
BANIO
Kenapa kau ngomong sendiri? Nanti kau dianggap orang
gila lagi. Aku berangkat.
BANIO PERGI MEMBAWA SEPEDA ONTELNYA, BARABAH
MENGANTARNYA SAMPAI KE PINTU. MENUTUP PINTU ITU DAN BERANJAK KEMBALI KE PETI
DAN BERMAKSUD MENYULAM. TAK BERAPA LAMA, TERDENGAR KETUKAN PINTU.
ADEGAN
III
BARABAH MENYAMBANGI
PINTU, DIBUKA DAN NAMPAK ADIBUL YANG TUBUHNYA KEKAR TAPI AGAK SEDIKIT BONGKOK.
IA MELIHAT LOTENG
BARABAH
Apa saudara melihat cicak di situ?
ADIBUL
Tidak.
BARABAH
Apa saudara polisi?
ADIBUL
Bukan. Saya kusir
BARABAH
Bohong! Pasti saudara polisi
ADIBUL
Memang saya dari kantor polisi, tapi saya bukan polisi.
Saya kusir sado.
BARABAH
Ya, ya. Saya tahu, saudara adalah polisi reserses seperti
kata orang, yang tidak memakai pakaian dinas. Biar pun begitu, saya tidak
takut. Mana perempuan itu! Ya, ya, saya tahu perempuan itu telah mengadu ke
kantor polisi kalau saya sudah mengusirnya, tapi saya tidak takut. Saya tidak
takut, kepada siapa saja yang berani melawan hak saya. Apalagi kalau hak itu
menyangkut suami saya. Dia adalah suami saya dan bukan suami orang.
ADIBUL
Ya, itulah maksud saya
BARABAH
Apa maksud saudara?
ADIBUL
Ingin bertemu dengan suami ibu
BARABAH
Ingin bertemu dengan suami saya?
ADIBUL
Ya.
BARABAH (Tegas)
Dia tidak ada!
ADIBUL
Kalau begitu, bolehkah saya menunggu sampai dia
datang?
BARABAH MULAI MEMERHATIKAN ADIBUL DARI UJUNG RAMBUT
SAMPAI UJUNG KAKI
BARABAH
Kita orang timur. Tidak demikian sebenarnya maksud saya
cara menerima tamu. Kami orang udik seperti dikatakan orang-orang kota. Tapi
dalam soal tetek bengek, kami tidak pernah mengadu pada polisi, kecuali
soal-soal pencurian atau pembunuhan. Tapi saya percaya, polisi-polisi kami
tidak akan meladeni perempuan macam dia. Dan saudara pasti bukan polisi dari
daerah kami ini.
ADIBUL
Memang. Memang benar.
BARABAH
Kalau saya akan ditangkap soal pengaduan perempuan
itu yang semuanya tentu hanya omong kosong, saya terima. Dengan catatan kalau
yang menangkap adalah polisi-polisi kami.
ADIBUL
Saya akan menangkap Ibu? Tidak. Sungguh mati, tidak.
Malahan saya yang pernah ditangkap polisi sewaktu menabrak anak kecil dengan
sado saya. Saya ini kusir, tidak ada sangkut pautnya dengan polisi. Jikalau
ada, artinya saya melanggar peraturan lalu lintas.
BARABAH
Bung, kita ini orang timur. Saya bisa menghormati
tamu-tamu saya. Tapi suami saya memesankan, janganlah menerima tamu lelaki
ketika suami tidak ada di rumah. Saudara sepupu saya yang lelaki saja terpaksa
saya suruh berkeliling dulu sebelum suami saya datang.
ADIBUL
Tapi saya datang dengan maksud baik. Saya bukan lelaki
sembarangan
BARABAH
Saya juga bukan perempuan sembarangan! Suami saya
sekarang tidak ada di rumah. Ia pergi ke stasiun
ADIBUL
Mau apa ke stasiun?
BARABAH
Mau mencari perempuan jahanam itu. Ya, perempuan itu
betul-betul ayam putih kesiangan!
ADIBUL
Perempuan jahanam? Siapakah namanya?
BARABAH
Siapa namanya, tidak penting disebut. Sebab
perempuan jahanam macam dia tidak perlu punya nama. Karena mereka mencemarkan
nama mereka sendiri dengan kelakuannya yang terkutuk
ADIBUL
Oh, begitu.
BARABAH
Jangan berlagak bodoh bung. Saya memang boleh kau
tuduh perempuan judes. Boleh saja. Saya juga menghormati ada sopan santun, tapi
itu pun ada batasnya. Saya dari tadi pusing kepala memikirkan nasib saya.
(lesu)
Saya tidak peduli akan marah sama polisi atau pak
kapten. Saya kalau marah, sering lupa diri. Perempuan-perempuan memang begitu
kalau cemburunya datang.
ADIBUL
Memang begitu
BARABAH PERGI DUDUK KE PETI
BARABAH
Saya pusing kalau memikirkan lelaki. Semua perempuan
pusing kalau memikirkan kelakuan suaminya. Tiap hari saya merenda baju untuk
anak saya yang bakal lahir, begitu setianya saya, tetapi lelaki tidak pernah
sedikitpun berterima kasih pada perempuan. Malah mereka mengejek masakan
istrinya, gulai yang kebanyakan santanlah, ikan asin yang keliwat asinlah. Mana
ada ikan asin yang tidak asin?
ADIBUL
Semua ikan asin memang asin!
BARABAH
Tapi selalu kalian laki-laki mengatakan ikan asin
kelewat asin! Itu kesalahan pabrik ikan asinm, bukan kesalahan bini mereka!
ADIBUL
Ya, memang kesalahan pabriknya. Pabrik-pabrik itu mesti
dirituil, bu.
BARABAH
orang-orangnya juga mesti dirituil.seperti yang saya
baca di koran
ADIBUL (Duduk secara tak sadar)
Ibu suka baca koran?
BARABAH
Ya. kalau saya pulang belanja di depan kantor
penerangan
ADIBUL
Belakangan ini saya membaca sering terjadi
penyelundupan beras
BARABAH
Itu kerjaan lelaki! Perempuan cuma tahu menanak
nasi!
ADIBUL
Tapi lelaki yang menyelundupkan beras, kebanyakan
atas anjuran istrinya
BARABAH
Iya, disitulah kesalahan perempuan. Itu saya akui
MENDADAK BANIO MUNCUL DARI PINTU DEPAN SAMBIL
BERTERIAK MENGGERUTU
BANIO
Sial! Dia tidak ada di stasiun. Mana ban sepeda ku
kempes lagi!
SAAT MASUK, BANIO KAGET MELIHAT ADIBUL
BARABAH
Polisi ini mencari bapak
BANIO
Mana pakaian dinasmu kalau kau betul-betul polisi!?
BARABAH
Dia menyamar
BANIO
Menyamar? Oh, ya, iya. Laki-laki mata keranjang
memang suka menyamar kalau datang ke rumah bini orang. Busyet benar!
(Pada Barabah)
He, inikah perempuan yang kau bilang itu Barabah?
ADIBUL
Saya bukan polisi, saya kusir!
Diam kau! Saya tidak bertanya pada kau!
(Pada Barabah)
Inikah perempuan berkumis itu? Hmm, baru kali ini
selama hidupku melihat perempuan berkumis dan rambutnya seperti jambul kuda
ADIBUL
Memang saya saban hari bergaul dengan kuda, pak.
Bagaimana bapak bisa tahu itu?
BANIO
Diam! Busyet, ternyata kau ini bukan hanya bergaul
dengan kuda, tapi pandai juga bergaul dengan perempuan. Barabah! Kau mulai
membohongiku, seperti juga istriku yang kelima dan kesembilan! Kau betul-betul
burung Barabah; diam-diam memakan padi!
BARABAH
Aku tidak berbuat apa-apa pak!
BANIO
bohong! Siapkan semua pakaian-pakaianmu dan masukan
dalam keranjang!
BARABAH
Tapi....tapi saya malah mengusir dia!
ADIBUL
Ya, pak. Saya diusirnya!
BANIO
Kau lelaki mata keranjang yang tolol! Kalau perempuan
mengusir, itu tanda pura-pura. Kenapa kau tidak bujuk terus sampai berhasil?
Membujuk perempuan harus berangsur-angsur, tolol. Bukan sekali bujuk terus kau
rampas!
ADIBUL
Saya tidak membujuknya. Saya mau ketemu dengan pak
Banio! Bapak sudah dikenal sampai ke kota. Saya kenal bapak adalah seorang
jagoan!
BANIO
Tapi kau berlagak jagoan hari ini dengan kelakuanmu!
Kalau kau mau coba? Boleh, aku bikin kau mati sekalian!
(Pada
Barabah)
He,
dia lelaki jagoan ya?
BARABAH
Ibah tidak tahu. Dia polisi
ADIBUL
saya bukan polisi. Saya ini kusir bendi
Diam kalian berdua! Kalian sudah salah bikin siasat!
Harusnya kalian berdua berembuk dulu soal pekerjaan kau
(menunjuk
Adibul)
Dan kalau perlu pakai nama samaran. Dan kau juga
Barabah! Kau mestinya tidak salah meenyebut padaku kalau dia ini laki-laki dan
bukan perempuan. Potong dulu kumisnya dan panjangkan dulu rambutnya yang
seperti kuda jantan itu, baru kau namakan dia perempuan.
Bedebah
kalian berdua! Hayo, keluar kau dari rumahku!
(Pada
Adibul)
Kau
jangan pergi dulu kalau kau betul-betul lelaki jantan. Kau tunggu di luar
sampai saya dan bini saya beres!
ADIBUL
Tapi saya kusir dan saya datang ke sini untuk....
BANIO (Memotong)
Untuk apa ha? Untuk naik sado?
ADIBUL
Untuk mengurus perkawinan
BANIO
Tepat! Cocok! Nomor tebkan ini betul-betul tidak
meleset!
(Adibul Ketawa senang)
Kenapa kau tertawa? Kau pikir ini lelucon?
ADIBUL
Saya tertawa sebab saya gembira
BANIO
Gembira? Gembira karena kau dapat merampas hak milik
orang lain?
ADIBUL
bukan, bukan itu pak. Gembira sebab bapak bisa
menebak!
BANIO
Kau pikir aku ini kakek-kakek linglung apa? Biarpun
aku sudah tua, aku masih bisa menebak gerak-gerik hati orang!
ADIBUL
Ya, justru karena itu! Saya senang bapak bisa menebak
gerak-gerik hati saya
BANIO
Bajingan kau!
(Mendekati
Adibul dan mengukur kekuatannya dengan dirinya yang sudah tua)
Kau
jagoan juga rupanya ya?
ADIBUL
Bukan pak. Tapi koran-koran di kota menulis bahwa
saya jagoan
BANIO
Jagoan apa?
ADIBUL
Ya, cuma berkelahi dengan seekor harimau. Saya jadi
malu dengan muka cacat saya ini!
BANIO
Jadi kau lah orangnya yang ditulis di koran-koran
itu. Bagus! Tapi kau jangan sombong dulu. Yang berdiri dihadapanmu ini
(menepuk
dada)
Bukan saja telah menyate seekor macan, tapi tujuh ekor
macan! Kau belum apa-apa sudah berlagak seperti jagoan.
Coba
kau lihat punggung dan dada saya ini
(membuka
pakaiannya, nampak bekas cakaran)
belum lagi yang di punggung saya. Tujuh ekor macan sudah
kubunuh, dan coba kau periksa gudang belakang, ada tujuh ekor macan dan sudah
ditawar sepuluh ribu per kepala.
Tapi
aku bukan orang serakah mau jual kebanggaanku untuk sombong. Tapi kau baru satu
ekor sudah berlagak jadi jagoan! Kau lagak ya, mentang-mentang masih muda?
ADIBUL
Saya tidak berlagak jadi jagoan pak, koran-koran itu
yang menulis
BANIO
Koran-koran memang suka sensasi. Dulu aku tidak tahu
arti perkataan sensasi. Tapi melihat hubungan antara kamu dan bini saya seperti
yang saya lihat ini. Kalau saya wartawan got, tentu saya sudah bikin sensasi di
koran
ADIBUL
Hubungan? Hubungan apa? Saya malah nama bini bapak saja
saya tidak tahu.
BANIO
bohong!
(kepada Barabah)
Barabah! Betul dia tidak kenal namamu?
BARABAH
Betul. Saya juga tidak kenal namanya
BANIO
Ah! kenapa kalian tidak kompak seperti model zaman
sekarang. Sialan kalian! Sial betul! Kalian berdua betul-betul goblok!
ADIBUL
Saya
tidak goblok!
BANIO
Siapa
bilang kau tidak goblok!?
ADIBUL
Saya
yang bilang
BANIO
Kau ngotot ya!? Mentang-mentang kau masih muda!?
Baiklah, baik! Sekarang kau keluar! Tapi….
ADIBUL (Heran)
Tapi….tapi apa pak?
BANIO
Ah, sudahlah! keluar! Keluar kataku sebelum saya
naik pitam!
ADIBUL KAGET
LALU KELUAR. BANIO MENYABARKAN HATINYA, DIA PUN DUDUK DI KURSI. DIA
MENGURUT-URUT KENINNYA. DIA TERDIAM LAMA MELIHAT BARABAH TAK MENANGIS
BANIO
Kau tahu kenapa aku diam, Barabah?
(Barabah tak menjawab)
Aku diam sebab kau
tidak menangis. Aku menunggu kau menangis, seperti bini-biniku dulu menangis
untuk menyembunyikan kesalahannya. Kau lebih kuat, kau perempuan kuat. Akh,
biarpun marah, aku tetap kagum padamu, Barabah. Kau istriku berbeda dari yang
lain.
(suaranya melembut)
Sekarang aku ingin
bertanya padamu, Barabah. Siapa lelaki bertampang buruk itu?
BARABAH
Saya
tidak tahu, pak
BANIO
Bohong!
(Berdiri, menatap wajah Barabah. Barabah membalas
tatapan itu dengan tajam)
Matamu berkata, bahwa
kau tidak berbohong
BARABAH
Kenapa
bapak marah betul kelihatannya?
BANIO
Sebab aku cemburu
BARABAH (Kaget)
Hah? Bapak cemburu? Kenapa pula bapak cemburu?
BANIO
Sebab
lelaki muda itu. Sebab kau juga muda. Kami yang tua-tua ini tak bias kembali
muda. Sebab itu aku cemburu!
BARABAH
Tapi dia dan saya tidak ada apa-apa. Ibah sudah
berkata padanya sewaktu dia masuk “Janganlah bertamu ke rumah orang, ketika
suaminya tidak di rumah. Itu adat timur” kata saya.
BANIO
Betul? Betul kau ingat pesan-pesan saya dulu?
BARABAH
Bagaimana Ibah akan memanggil dia. Ibah tidak tahu
namanya!
BANIO BERDIRI
LAGI DENGAN KEKARNYA. DILIHATNYA BARABAH SEBENTAR UNTUK KEMUDIAN SEAKAN-AKAN
MENANGKAP KEJUJURAN DALAM MATA ISTRINYA, IA TEGAP BERJALAN KE PINTU DEPAN.
BANIO
He jagoan! Masuklah
(Adibul masuk)
Ah, kau tidak pergi
rupanya. Biasanya para pengecut itu pergi lari. Aku tadi Cuma mengujimu
(memerhatikan Adibul yang tegap dengan kagumnya.
Adibul malu)
Kau nampak malu….kenapa? Duduk saja di kursi itu! Semua
kursi-kursi sudah kutaruh di gudang belakang, sejak orang-orang sekita tidak
setuju dengan perbuatanku
ADIBUL
Apa itu pak?
BANIO
Orang-orang itu benci melihat aku membagi tanah,
mematuhi undang-undang landriform pemerintah. Mereka bilang aku cari muka! Coba
kaupikir, buat apa cari muka, kalau aku mau aku bias menjadi pegawai pemerintah
kalau mau. Tapi bukan itu yang kuinginkan. Lagipula aku sadar, pada akhirnya
aku hanya butuh dua meter persegi saja.
ADIBUL
Tapi bapak awet muda. Dua puluh tahun lagi, pasti
masih kuat!
BANIO
Kuat apa?
ADIBUL
Kuat untuk hidup
BANIO
Hidupku baru saja mulai. Ini memang hidupku. Aku
bangga dengan sisa hidupku ini
ADIBUL
Kalau saya dapat mertua seperti bapak, saya akan
senang
BANIO
Kenapa?
ADIBUL
Orang-orang tua di sini, kebanyakan sudah meneyerah
pada nasib
BANIO
Ya, mereka pergi ke sana kemari dengan petuah-petuah
using membawa wasiat-wasiat. Sedangkan mereka sendiri sebenarnya masih bias
mencangkul lading buat cucu-cucunya. He, kau pintar bicara. Kau ini siapa
sebenarnya? Betul kau polisi?
ADIBUL
Saya bukan polisi. Saya kusir sado
BANIO
Rupanya kau betul-betul jujur. Saya pernah ketemu
kusir sado yang berlagak punya rumah gedong. Saya benci orang-orang yang tidak
jujur. Namamu siapa?
ADIBUL
Nama saya Adibul. Adibul congek orang-orang mengejek
saya. Sebab waktu kecil, kuping saya ini bernanah
BANIO
Jangan bercerita yang menjijikan! Aku bias muntah
ADIBUL
Tapi ini kenang-kenangan masa kecil saya pak
BANIO
Apa itu kenangan. Kau barangkali suka nonton film.
Kata-kata itu Cuma diucapkan bintang-bintang film di bioskop-bioskop. Tapi aku
punya kenang—kenangan yang buruk. Siapa tadi namamu?
ADIBUL
Adibul, pak
BANIO
Aku punya kenangan buruk, Adibul. Aku telah sebelas
kali kawin cerai
ADIBUL
Saya sudah mendengarnya sebelum ini
BANIO
mereka yang bercerita padamu itu sebab iri hati
saja. Dunia ini sudah sedemikian dipenuhi iri hati, sehingga kita bosan. Tapi
saya tidak bosan hidup. Apa pekerjaanmu? Apa kau mencangkul saban hari, maka
kau yang segini muda jadi bongkok?
ADIBUL
Pekerjaan saya kusir, pak
BANIO
Dari tadi aku mengujimu, kau tetap jujur. Kusir?
Kusir yang begini?
(Memeragakan perilaku kusir lengkap dengan
desahannya)
Pantas kau bongkok.
Tapi apa kau mencintai pekerjaanmu?
ADIBUL
Cinta sekali
BANIO
Selama kau jadi kusir, berapa kali kau ditabrak
mobil? Aku tidak bertanya berapa kali kau menabrak orang. Camkan itu!
ADIBUL
Belum pernah!
BANIO
Hebat kau! Hebat! Nah, dimana kau mandikan kudamu?
ADIBUL
Di kali pak
BANIO
Di kali? Apa di kali itu banyak orang yang mandi?
ADIBUL
Banyak juga pak. Terlebih kalau sore hari
BANIO
Siapa yang mandi, laki-laki atau perempuan?
ADIBUL
Kalau perempuan, mandinya di pancuran
BANIO (Ketawa)
Hahahahaa.....Lantas, bagaimana cara kau mandikan
kudamu?
(Adibul gugup merasa diuji. Banio memberi isyarat)
Berdirilah, jangan
malu-malu. Coba tunjukan padaku cara kau mandikan kuda
(Adibul ragu-ragu. Dicobanya memeragakan cara
memandikan kuda)
Kalau begitu, di
tempat ini
(menunjuk dirinya sendiri)
Perempuan-perempuan
itu mandi, bukan? Kau, ya matamu melihat ke sini. Jadi kau bukan saja memandikan
kudamu, tapi juga matamu kau pakai buat melihat-lihat
ADIBUL (Senyum)
Namanya juga orang muda, pak
BARABAH (Menggerutu)
Lelaki tak punya sopan santun
BANIO (Menoleh ke arah Barabah)
Kau bilang apa, Barabah?
BARABAH
Lelaki tidak bersantun
BANIO
Biar! Dia jujur. Seperti aku waktu muda juga begitu
BARABAH
Aku tidak suka menerima tamu tidak sopan!
(Berjalan ke arah
pintu belakang, sampai di pintu Barabah berkata)
Rumah ini bukan warung
tempat ngobrol yang bukan-bukan
BANIO (Senyum)
Dia sebenarnya tidak galak. Barangkali saja sedang
ngidam
ADIBUL
Tapi saya diusirnya tadi!
BANIO
Itu tandanya dia istri yang baik. Kalau kau kawin,
carilah perempuan yang sebaik Barabah. Dia bukan hanya bisa masak di dapur, dia
juga pemberani dan suka memberi semangat. Dia juga tidak mau kehilangan suami.
Sebab itu aku senang padanya.
Kau pernah ikut
latihan militer? Dulu aku pernah ditawan. Penjaralah yang membuatku mencintai
dunia ini. Aku dulu jago genderang , aku penabuh genderang yang disegani.
(Memanggil Barabah)
Barabah....Barabah....
(pada Adibul)
Coba kau lihat, muka
dia pasti merengut. Laki-laki suka
melihat istrinya merengut dibikin-bikin
(Barabah muncul dengan muka merengut)
Betul tidak
kata-kataku?
(Adibul mengangguk. Pada Barabah)
Barabah, ambillah
genderang itu di gudang
(Barabah masuk kembali ke dapur)
Kau tidak tahu
bagaimana seharusnya menabuh genderang. Begini, berdiri tegap
dan....tramtamtam....tramtamtam...tot tit tet...tot tit teeeeet, dram tam tam
dram tamtam..... apa kau tahu kenapa aku suka bunyi genderang? Genderang itu
bersemangat. Banyak orang tua kehilangan semangat
(Barabah muncul membawa tambur, banio mengambilnya
dan memasang tambur itu dan berdiri. Banio menabuh tambur dan debu-debu pun
beterbangan. Banio terbatuk-batuk)
Tambur ini barangkali
umurnya lebih tua dari amu, Adibul. Betul namamu, Adibul?
ADIBUL
Boleh saya pinjam?
BANIO
Apa? Pinjam? Kau kan bisanya cuma (mencontohkan
gaya kusir) Ssh, sshh, sssh.....
ADIBUL
Ijinkalah saya pinjam
barang sebentar
BANIO RAGU-RAGU MEMBERIKANNYA. ADIBUL MEMUKUL TAMBUR ITU
DAN BANIO BERDECAK KAGUM DAN TERCENGANG
BANIO
Cobalah sekali lagi, aku tak percaya kupingku
(mengorek telinganya, Adibul kembali menabuh tambur
itu)
Hebat, hebat kau! Kau
adalah sainganku rupa-rupanya
(Banio tertawa kencang untuk pertama kalinya.
Barabah berdiri di pintu, Banio melihat ke Barabah)
Dia hebat bukan?
BARABAH
Rumah ini bukan
panggung komedi pak
BANIO
Kenapa kau sekarang jadi pemarah!? Sialan! Kau pikir
rumah ini tempat parlemen bertengkar apa? Di rumah ini tak boleh ada
pertengkaran. Biar orang lain yang bertengkar, kita jangan ikut-ikutan. Bukan
begitu, Adibul?
ADIBUL
Betul
BANIO
Hahahaa.... kau betul-betul hebat, Adibul. Waktu muda...eh,
benar nama engkau Adibul? Aku suka salah menyebut nama orang sehingga kalau aku
marah pada Barabah, ku panggil dia 'Barakah” Hahahaaa... aku tadi cerita apa?
ADIBUL
Waktu muda...
BANIO
O ya, waktu muda aku suka menyenangkan hati orang
tua, seperti yang barusan kau lakukan. Kau seperti aku waktu muda. Ah, taruhlah
dulu tambur ini di atas meja. (Mengambil tambur dan menaruhnya di meja) Waktu
muda aku hebat seperti kau, jagoan seperti kau. Dan sekarang aku sudah tua,
tapi aku tak mau mati lekas-lekas. Aku tidak mau seperti kakek-kakek yang lain,
yang nagntuk-ngantuk di depan kuburannya yang digali sepuluh tahun sebelum
mereka mati
(Keras dan tegas)
Aku masih kuat melawan
semua ini. Aku masih kuat bukan? Tapi kau diam-diam sudah menggantikan
kedudukanku!
ADIBUL
Saya hendak mengatakan
sesuatu pada bapak. Ini penting, pak
BANIO
Jangan memotong pembicaraan orang tua, kami tak
perlu kalian ajarkan bagaimana caranya hidup! Kami sudah cukup pengalaman
ADIBUL
Saya tahu itu
BANIO
Jangan berlagak sok tahu. Kalau kau jatuh dari
langit, bagaimana rasanya jatuh dari tempat tertinggi di bumi ini?
ADIBUL
Saya pernah jatuh dari
kapal terbang
BANIO (kaget)
Hah? Kau pernah naik kapal terbang?
ADIBUL
Pernah, waktu saya
masih muda di zaman Jepang
BANIO
Kau naik kapal terbang, betul kau pernah naik kapal
terbang?
ADIBUL
Ya, saya pernah naik
kapal terbang
BARABAH
Dia bohong!
BANIO
Janganlah kau ikut
campur
BARABAH
Laki-laki semua suka
bohong!
ADIBUL
Saya betul-betul
pernah naik kapal terbang!
ZAITUN TIBA-TIBA MUNCUL DI PINTU. SEMUA TERKEJUT.
BARABAH BERANJAK DARI PETI
ZAITUN (Pada Adibul)
Kenapa begitu lama?
BARABAH (Marah)
Ini dia perempuan itu!
Ini dia si tak tahu malu yang mau menjinakkan suami orang!
ADIBUL MENDEKATI
ZAITUN
ADIBUL
Betul kau suka menjinakkan suami orang?
ZAITUN (kaget)
Tidak
BARABAH
Dia bohong! Dia datang kesini mau menguji hatiku
dengan sindiran-sindiran.
BANIO
Siapa dia?
BARABAH
Ini dia perempuan yang
tadi mencari bapak. Dia mencari-cari suamiku terang-terangan
BARABAHMENANGIS
ZAITUN
Saya datang bukan mencari suamimu. Saya datang
mencari bapak saya
BANIO
Bapak? Siapa bapakmu?
Siapa kau?
ZAITUN
Saya Zaitun
BANIO
Ada beribu-ribu Zaitun di dunia ini. Kau Zaitun yang
mana dan Zaitun siapa?
ZAITUN TERPAKU MEMANDANG BANIO, BANIO MERASA HERAN.
BARABAH MEMERHATIKANNYA, MENDADAK DIA MEMEKIK HISTERIS
BARABAH
Perempuan itu melihat
kau dengan mesra
ZAITUN (Lirih)
Kaulah bapakku rupanya
BANIO
Aku?
ZAITUN
Ya, bapak
BARABAH
Jangan percaya, pak. Itu siasat!
ZAITUN
Iya, dia bapakku!
ADIBUL
Iya, pak. Dia ini anak
bapak
BARABAH TERKEJUT
BANIO
Anak saya? Saya punya berpuluh-puluh anak perempuan.
Dia ini dari istri yang mana?
ZAITUN
Dari istri bapak yang
ke enam, Ibu Rabiah!
BANIO
Rabiah!? He Barabah, kau ingat istriku yang keenam,
Rabiah!?
BARABAH
Yang tukang tenung
ramalan itu!?
BANIO (Tenang)
O, iya...ya... Tapi kalian ke sini mau apa?
ZAITUN
kami ke sini dengan
kereta api
BARABAH MENDEKATI
BANIO
BANIO (Pada Adibul)
Dan ini siapa?
ZAITUN (Kesal melihat Adibul)
Aku sudah menunggumu
satu jam di kantor polisi. Apa sudah kau omongkan soal perkawinan kita?
SEMUANY MENGANGA, BANIO TENANG
BANIO
Jangan menganga...nanti masuk nyamuk dalam mulut
kalian. Aku sudah menyelidiki dengan teliti, bahwa kau (menunjuk Zaitun)
adalah anakku akan kawin dengan (menunjuk Adibul). Kenapa dalam perkawinan
zaman sekarang mesti membikin pemberitahuan pada orang tua?
ADIBUL
Itulah sebabnya saya
datang
ZAITUN
Ya
BANIO TERSENYUM
BANIO
Rupanya selama ini aku
kelewat curiga dengan anak-anak muda. Masih ada juga anak muda yang merundingkan
soal perkawinan pada orang tuanya. Dan anak muda itu adalah kalian,
anak-anakku. Kenapa kalian semua terdiam? Kenapa? Apa kalian kira aku
menyindir?
ADIBUL
kami sebenarnya mau mengatakan hal ini
sejelas-jelasnya
BANIO
He, apa kau pikir aku ini sudah pikun? Aku bukan
orang goblok yang membuat satu perkara bertele-tele
ADIBUL
Ya, kami mau berterima
kasih
BANIO
Perkawinan tidak perlu diawali dengan yang
muluk-muluk dulu. Aku sudah cukup gagal sebagai contoh. Apa yang kalian tunggu
lagi? Aku bukan orang tua yang banyak cincong minta ini minta itu pada calon
mantu, yang kesemuanya akan kalian ungkit kalau bermasalah denganku
(Zaitun mendekati adibul, lalu berbisik. Banio
mendelik)
Apa yang dia bisikkan?
ADIBUL
Kami akan ketinggalan
kereta api terakhir
BANIO
O, cuma itu.
(Setelah semuanya agak lama terhening)
Kenapa semuanya
melongo? Apa yang kalian tunggu lagi?
BANIO GELISAH
ZAITUN
Ibu melarang kami
lama-lama sebenarnya, ibu khawatir
BANIO
O, sudah insyaf dia sekarang soal harga diri
perempuan? Siapa laki ibumu sekarang Zaitun? Betul kau bernama Zaitun?
ZAITUN
Iya. Suami ibu seorang
kepala kuli pelabuhan, pak. Namanya pak Dulsidik
BANIO (Memalingkan muka, sedih)
Zaitun, jangan bilang pada ibumu kalau aku minta
maaf
ZAITUN MENDEKATI BANIO LALU SUNGKEM DI KAKI BANIO. BANIO
MAKIN TERHARU DAN SECARA TIDAK SADAR IA MEMBELAI RAMBUT ZAITUN
Rambutmu hitam bagus
(Berubah sikap)
Apalagi yang kalian
tunggu. Pergi cepat-cepat. Jangan bikin aku sedih berairmata. Buatku air mata
sangat mahal harganya. Kalau kau jadi istri, tirulah Barabah! Kau dengar!?
Pergilah!
(Tangannya pelan-pelan merogoh sabuk pinggangnya.
Dari dalamnya ia keluarkan uang)
Ini uang lima ringgit
buat jajan di kereta. Ini pertama kalinya aku memberimu uang selama hidupku
ADIBUL DAN ZAITUN AKAN PERGI. SAMPAI DI PINTU, BANIO
MEMANGGIL
ADIBUL
Zaitun!
ZAITUN (Membalik terkejut)
Ya, Ayah
BANIO (Tercenung
agak lama, lalu mengeraskan suaranya)
Sudah! Pergi lekas,
jangan buat aku menangis di depan kalian. Aku bukan orang tua yang cengeng
(Zaitun dan Adibul pergi. Hening sesaat. Banio
menarik napas panjang)
Barabah....
BARABAH
Ada apa pak
BANIO
Hari sudah sore rupanya. Tolong pijit kepalaku. Aku
capek
(Barabah mendekati dan berdiri tegak di depannya.
Banio melihat istrinya dari bawah sampai atas)
Apa kau lihat ada air
mata di mataku, Barabah?
AIR MATANYA BERLINANG
BARABAH
Tidak
BANIO
Memang aku tidak pernah menangis!
(Menarik napas)
Hari sudah sore,
Barabah. Simpanlah genderang ini dan pemukulnya ke dalam gudang
(Barabah akan mengambil genderang di meja, tapi
Banio menangkap tangan Barabah dengan erat)
Tapi nanti dulu! Aku
ingin membunyikannya sore ini!
BANIO BERDIRI TEGAP DAN MEMBUNYIKAN GENDERANG ITU DENGAN
BAGUSNYA
SELESAI